Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) kembali mengundang perhatian berbagai pihak, terutama dalam sektor ekonomi.
Kepala Ekonom BCA David Sumual mengatakan, dampak kemenangan Trump dalam pemilu AS terhadap rupiah diperkirakan akan cenderung memberikan tekanan dalam jangka pendek.
Menurutnya, dalam beberapa waktu ke depan, pergerakan dolar AS diperkirakan akan bullish atau menguat seiring dengan penantian pasar terhadap data-data ekonomi AS yang akan datang.
""Short term dollar bullish sambil menunggu katalis dari data-data ekonomi AS yang baru," ujar David kepada Kontan.co.id, Rabu (6/11).
Baca Juga: Arah Rupiah pada Rabu (6/11) Tergantung pada Sentimen Hasil Pilpres AS
Terkait proyeksi pergerakan rupiah hingga akhir tahun 2024, ia memperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran Rp 15.600 hingga Rp 16.000 per dolar AS.
Sementara itu, Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana mengatakan bahwa dalam jangka pendek, nilai rupiah kemungkinan besar akan tertekan.
Hal ini terkait dengan ekspektasi pasar terhadap kebijakan moneter AS, terutama mengenai penurunan suku bunga Federal Reserve (Fed).
"Kemungkinan akan ada depresiasi rupiah. Kenapa? karena mungkin ya tadi ada ekspektasi penurunan FFR yang lebih terbatas," katanya.
Selain itu, Fikri mengatakan bahwa jika The Fed cenderung lebih berhati-hati dalam menurunkan suku bunga, sementara Bank of England (BOE), Bank Sentral Eropa (ECB), dan Bank of Japan (BOJ) diprediksi akan melakukan penurunan yang lebih agresif, sehingga mata uang di kawasan Eropa dan Asia, termasuk rupiah berpotensi melemah terhadap dolar AS.
Baca Juga: Rupiah Menguat Tipis pada Selasa (5/11), Jelang Hasil Pilpres AS
"Sehingga, kemungkinan akanĀ ada peningkatan USD Index yang mendorong rupiah terdepresiasi secara natural sih, walaupun kita bukan pembentuk USD Index ya," imbuh Fikri.
Fikri memperkirakan bahwa rupiah mungkin akan lebih terdepresiasi dibandingkan dengan level saat ini.
"Tahun depan, mungkin sampai akhir tahun, rupiah akan lebih depresiasi dibanding level sekarang. Harapan saya, mungkin akan lebih stabil ya," ujar Fikri.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa pergerakan rupiah sangat bergantung pada faktor eksternal, seperti kebijakan fiskal AS yang dipimpin oleh Trump, serta pergerakan USD dan kapital inflow.
"Pergerakan fiskal dari AS juga akan mendorong sentimen global," katanya.
Dengan ekspektasi kebijakan Trump yang mungkin akan membatasi penurunan suku bunga, arus modal ke negara berkembang, termasuk Indonesia, kemungkinan juga akan lebih rendah.
Baca Juga: Rupiah Melemah Terhadap Dolar AS pada Senin (4/11), Ini Sentimen Pemicunya
Senada, Ekonom Bank Danamon, Hosianna Evalita Situmorang menilai bahwa dalam jangka pendek, Rupiah diperkirakan akan mengalami depresiasi akibat adanya panic selling di pasar. Namun, dampak ini hanya bersifat sementara.
"Ya kita lihat di jangka pendek ini sih temporary aja depresiasi, didorong panic selling," katanya.
Hosianna menjelaskan bahwa meski ada potensi peningkatan tarif dari China dan negara-negara lain yang mengekspor barang ke Amerika Serikat, yang dapat menambah tekanan pada inflasi global, Trump diyakini akan mengambil kebijakan untuk meredam dampak tersebut.
"Namun Trump pastinya tahu kalau inflasi dan suku bunga yg tinggi tidaklah baik bagi perkembangan dunia usaha. Jadi pasti dia juga akan pro untuk cut rate," imbuh Hosianna.
Selanjutnya: MSG dalam Gaya Hidup Modern: Solusi Hemat Garam untuk Rasa Maksimal
Menarik Dibaca: Daftar Bahan Dapur di Rumah yang Punya Manfaat untuk Perawatan Tanaman Hias
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News