Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
Namun, ia juga mengingatkan bahwa pergerakan rupiah sangat bergantung pada faktor eksternal, seperti kebijakan fiskal AS yang dipimpin oleh Trump, serta pergerakan USD dan kapital inflow.
"Pergerakan fiskal dari AS juga akan mendorong sentimen global," katanya.
Dengan ekspektasi kebijakan Trump yang mungkin akan membatasi penurunan suku bunga, arus modal ke negara berkembang, termasuk Indonesia, kemungkinan juga akan lebih rendah.
Baca Juga: Rupiah Melemah Terhadap Dolar AS pada Senin (4/11), Ini Sentimen Pemicunya
Senada, Ekonom Bank Danamon, Hosianna Evalita Situmorang menilai bahwa dalam jangka pendek, Rupiah diperkirakan akan mengalami depresiasi akibat adanya panic selling di pasar. Namun, dampak ini hanya bersifat sementara.
"Ya kita lihat di jangka pendek ini sih temporary aja depresiasi, didorong panic selling," katanya.
Hosianna menjelaskan bahwa meski ada potensi peningkatan tarif dari China dan negara-negara lain yang mengekspor barang ke Amerika Serikat, yang dapat menambah tekanan pada inflasi global, Trump diyakini akan mengambil kebijakan untuk meredam dampak tersebut.
"Namun Trump pastinya tahu kalau inflasi dan suku bunga yg tinggi tidaklah baik bagi perkembangan dunia usaha. Jadi pasti dia juga akan pro untuk cut rate," imbuh Hosianna.
Selanjutnya: MSG dalam Gaya Hidup Modern: Solusi Hemat Garam untuk Rasa Maksimal
Menarik Dibaca: Daftar Bahan Dapur di Rumah yang Punya Manfaat untuk Perawatan Tanaman Hias
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News