kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Kemendagri Ungkap Konsekuensi Pemda Jika APBD Defisit


Minggu, 05 November 2023 / 17:47 WIB
Kemendagri Ungkap Konsekuensi Pemda Jika APBD Defisit
ILUSTRASI. Defisit APBD 2023 menandakan ketidakmampuan untuk menutup anggaran belanja yang sudah ditetapkan.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyebut, defisit yang terjadi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2023 menandakan ketidakmampuan untuk menutup anggaran belanja yang sudah ditetapkan. Karena ketidakmampuan tersebut, membuat Pemda harus berutang untuk menutup anggaran belanjanya.

Pelaksana Harian (Plh) Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Yudia Ramli mengatakan, defisit APBD seperti yang terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah maupun Jawa Timur serta daerah lainnya, terjadi akibat target pendapatan terutama Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ditetapkan pada APBD/Perubahan APBD 2023 tersebut diestimasi tidak akan mungkin terealisasi sampai akhir tahun anggaran 2023.

Konsekuensi defisit tersebut, kata Yudia, berdampak terhadap ketidakmampuan daerah untuk menutup belanja daerah yang sudah ditetapkan dalam APBD/Perubahan APBD. Bahkan Pemda sampai harus berutang karena dana tidak tersedia di kas daerah sampai akhir tahun 2023.

Baca Juga: Kemenkeu Sebut Pemprov Sulawesi Selatan Kesulitan Likuiditas Bukan Bangkrut

“Sehingga bendahara pengeluaran tidak dapat menyelesaikan pembayaran atas belanja-belanja atau tagihan pihak ketiga, tidak dapat menerbitkan SP2D (Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana) karena tidak tersedia dana di kas umum daerah,” terang Yudia kepada Kontan.co.id, Minggu (5/11).

Alasan pemda harus berutang adalah karena tidak ada dana yang mengendap di rekening kas daerah, baik dalam bentuk tabungan, giro maupun deposito. Selain berutang, satu-satunya jalan yang bisa dilakukan Pemda melakukan penjualan atas aset/barang milik daerah sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, meski hal ini akan sulit dilakukan.

Akan tetapi, Yudia menyebut, Inspektorat Jenderal Kemendagri bersama dengan tim dengan melibatkan Ditjen Bina Keuangan Daerah dan BPKP telah memanggil pemda yang mengalami defisit.

Pemda telah diberikan arahan, asistensi dan fasilitasi utk segera mengambil langkah antisipatif dan upaya gerak cepat dalam mengatasi defisit. Menurutnya, upaya tersebut dilakukan  agar defisit tidak semakin melebar.

Akan tetapi, apabila defisit semakin lebar, maka Pemda harus siap menyelesaikan pembayaran utang yang tentunya akan dibebankan pada APBD 2024, terutama penyelesaian pembayaran utang kepada pihak ketiga yang sudah selesai dilaksanakan pada tahun 2023.

“Termasuk untuk kebutuhan rutin seperti pembayaran listrik, air, telepon yang tertunda akibat defisit, setelah ada komunikasi dan koordinasi dengan pihak PLN, PDAM maupun Telkom dan pihak terkait,” jelasnya.

Meski begitu, masih ada waktu sekitar dua bulan untuk Pemda mengambil langkah antisipatif agar defisit APBD di daerahnya tidak melebar. Langkah tersebut diantaranya, Pertama, melakukan langkah intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, sehingga dapat meningkatkan penerimaan.

Hal ini dapat dilakukan melalui strategi optimalkan pemungutan, berikan keringanan atau insentif pajak dan retribusi daerah termasuk reward guna mendorong wajib pajak dan retribusi daerah termotivasi membayar kewajibannya, sehingga dapat meningkatkan PAD.

Baca Juga: Cegah Inflasi Pangan, Optimalkan Fiskal Daerah dengan Anggaran Belanja Tak Terduga

“Selain itu agar diterapkan sistem pembayaran pajak dan retribusi daerah dengan menerapkan elektronifikasi transaksi dan perluasan digitalisasi daerah,” ungkap Yudia.

Kedua, melakukan rasionalisasi belanja melalui, pengurangan belanja seperti perjalanan dinas, alat tulis kantor, dan pemberian honorarium serta makan dan minum rapat. Memanfaatkan belanja tidak terduga untuk menutup kekurangan belanja yg tidak terbayarkan khususnya yang bersifat darurat dan keperluan mendesak.

Kemudian, melakukan penghematan terhadap belanja-belanja di SKPD bahkan dapat melakukan penjadwalan ulang terhadap kegiatan yang kurang prioritas. Serta, menunda pelaksanaan kegiatan fisik di SKPD yang tidak mungkin dapat selesai sampai akhir tahun anggaran 2023.

Ketiga, mendorong BUMD yang ada di daerah yg bersangkutan untuk optimal dalam memberikan kontribusi berupa deviden sehingga dapat menambah PAD TA 2023.

Keempat, menghimbau kepada perusahaan dan masyarakat/pihak ketiga di daerah tsb dapat memberikan hibah/bantuan berupa uang kepada pemerintah daerah, dalam rangka mengatasi kesulitan keuangan daerah.

Untuk diketahui, semua Pemda atau Provinsi di Indonesia diperkirakan akan mengalami defisit APBD pada akhir tahun 2023. Berikut 10 besar Pemda dengan target defisit APBD 2023 terbesar diantaranya:

1. Jawa timur  Rp 10,8 triliun

2. Jawa tengah Rp 5,34 triliun

3. Kalimantan Timur Rp 4,71 triliun

4. Jawa Barat Rp 4,6 triliun

5. Riau Rp 2,8 triliun

6. Banten Rp 2,5 triliun

7. Bali Rp 2,4 triliun

8. Sumatera Barat  Rp 1,75 triliun         
9. Sulawesi Tenggara Rp 1,53 triliun

10. Sulawesi Tengah Rp 1,45 triliun 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×