Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Musyawarah Dewan Perwakilan Rakyat (Bamus DPR) telah menunjuk Komisi XI sebagai mitra pemerintah dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). RUU tersebut merupakan perubahan kelima atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang KUP.
Rencana revisi UU KUP tengah menjadi sorotan publik karena dalam di dalamnya akan memungut sejumlah tarif pajak seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk produk sembako, jasa pendidikan, jasa layanan kesehatan, dan sebagainya.
Selain akan mengatur tentang PPN, RUU KUP juga akan mengatur mengenai Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM), pengampunan pajak (tax amnesty), dan lain sebagainya.
Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA), Ali Usman mengatakan, jika diterapkan pengenaan PPN terhadap industri strategis nasional akan menjadi polemik baru bagi perekonomian nasional karena berpotensi menurunkan PPh badan dan defisit transaksi berjalan, apalagi di tengah pandem Covid-19 yang merongrong himpitan ekonomi masyarakat Indonesia karena daya beli masyarakat menurun.
Baca Jugia: Muhammadiyah Ikut Kritisi Beleid PPN
Ali menyampaikan, Industri perunggasan perannya sangat strategis karena menyangkut agribisnis hulu hilir. Di hulu misalnya, industri perunggasan menyediakan sarana produksi ternak (sapronak) meliputi DOC Final Stock, pakan dan obat-obatan. Sedangkan di sektor hilir aktivitas penjualan ayam panen (livebird), ayam karkas, hingga produk ayam olahan.
Artinya agribisnis ini menyerap tenaga kerja dan menciptakan peluang usaha yang sangat luas. RUU PPN ini juga dikenakan pada sejumlah komoditas bahan baku pakan yang impor sebesar 35% yaitu Soya Bean Meal (SBM), Meat Bone Meal (MBM), Corn Gluten Meal (CGM), Distillers Dried Grains with Soluble (DDGS).
Jika bahan baku pakan ternak tersebut dikenakan PPN, maka secara tidak langsung harga pakan meningkat, sehingga Harga Pokok Produksi (HPP) budidaya unggas pun terkerek naik di tingkat peternak/pembudidaya.
"Jika harga ayam berpotensi semakin mahal, akan mengancam daya beli masyarakat yang semakin menurun," terangnya Ali.
Sementara Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Desianto mengatakan,jadi pengenaan PPN pada sembako ini pemerintah harus hati-hati karena ini akan berdampak luas (multiplier effects) yang sangat luar biasa pada nilai transaksi belanja di masyarakat.
Baca Juga: Ekonom CORE: PPN sembako tidak tepat diterapkan saat pandemi Covid-19
Pemerintah harus mengkaji terlebih dahulu bersama stakeholder perunggasan yaitu pelaku usaha, asosiasi, peternak dan akademisi. Multiplier effects pengenaan PPN terhadap kenaikan harga pakan adalah sebagai berikut: