kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.692.000   25.000   1,50%
  • USD/IDR 16.404   -24,00   -0,15%
  • IDX 6.532   -116,15   -1,75%
  • KOMPAS100 968   -17,27   -1,75%
  • LQ45 762   -11,18   -1,45%
  • ISSI 199   -3,66   -1,81%
  • IDX30 395   -4,89   -1,23%
  • IDXHIDIV20 474   -4,27   -0,89%
  • IDX80 110   -1,83   -1,63%
  • IDXV30 116   -0,89   -0,76%
  • IDXQ30 131   -1,54   -1,17%

Masuk BRICS, Indonesia Dapat Peluang Besar Raih Investasi China


Rabu, 08 Januari 2025 / 19:16 WIB
Masuk BRICS, Indonesia Dapat Peluang Besar Raih Investasi China
ILUSTRASI. Indonesia resmi menjadi anggota penuh blok ekonomi BRICS sejak Senin (6/1) dan berpotensi raih investasi besar dari China


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Indonesia resmi menjadi anggota penuh blok ekonomi Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan (BRICS) pada Senin (6/1).

Analis Senior Indonesia Strategic and Economy, Ronny P Sasmita menilai bahwa peluang Indonesia untuk berkembang melalui keanggotaan BRICS sangat besar, terutama dalam hal investasi.

Menurutnya, Indonesia, yang membutuhkan investasi besar untuk membuka lapangan pekerjaan, bisa mendapatkan keuntungan signifikan dengan masuknya lebih banyak investasi asing, khususnya dari China.

Selain itu, Ronny menyebut bahwa China sangat membutuhkan negara tujuan untuk investasi, mengingat surplus produksi barang-barang modalnya, seperti besi, baja dan aluminium yang harus dipasarkan.

Baca Juga: Airlangga: Keanggotaan Indonesia di BRICS Memperkuat Akses Perdagangan dan Investasi

"Karena itulah China itu, terutama setelah Xin Jinping berkuasa, menginisiasi Belt and Road Initiative. Itu bukan saja untuk ambisi geopolitik, itu ambisi ekonomi," ujar Ronny kepada Kontan.co.id, Rabu (8/1).

Dengan masuknya menjadi anggota BRICS, Indonesia akan menjadi pintu gerbang yang lebih terbuka bagi China, yang sudah lama menargetkan Indonesia.

"Sehingga Indonesia itu hadiah besar bagi China, kalau bisa membawa Indonesia ke gerbongnya dia (China)," katanya.

Ronny juga mengungkapkan bahwa Indonesia tengah memasuki fase bonus demografi dengan angkatan kerja yang terus tumbuh, yang membuat investasi sangat dibutuhkan untuk menciptakan lapangan pekerjaan. 

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka pemerintah mendorong investasi asing, khususnya dari China.

"Dengan masuknya Indonesia ke BRICS, maka tendensi untuk China lebih banyak masuk ke Indonesia itu akan jauh lebih besar," katanya.

Namun, ia menyebutkan bahwa ada beberapa tantangan yang harus dihadapi Indonesia. Pertama, tantangan geopolitik terkait kedekatan Indonesia dengan China, yang bisa memengaruhi hubungan dengan Amerika Serikat.

Menurutnya, jika Indonesia terlalu dekat dengan China, kemungkinan besar Amerika akan memperketat fasilitas perdagangan yang selama ini menguntungkan Indonesia, seperti Generalized System of Preferences (GSP). Jika fasilitas ini dicabut, produk Indonesia bisa menjadi kurang kompetitif di pasar Amerika.

Baca Juga: Indonesia Gabung BRICS, Pertumbuhan Ekonomi Terdongkrak Sampai 0,3%

"Itu akan berpotensi untuk memperkecil ekspor Indonesia ke Amerika Serikat," terangnya.

Selain itu, tantangan dalam negeri berupa sentimen negatif terhadap China juga menjadi isu penting. Ronny menyoroti kekhawatiran tentang ketergantungan pada tenaga kerja China dan hilangnya kesempatan bagi angkatan kerja lokal. Sentimen ini dapat muncul seiring dengan bertambahnya investasi China di Indonesia.

Di sisi lain, Ronny mengingatkan bahwa transfer teknologi harus menjadi bagian dari kesepakatan investasi. Tanpa adanya kesepakatan transfer teknologi yang jelas, Indonesia berisiko menjadi tergantung pada China dalam hal teknologi. 

Pengalaman proyek kereta cepat yang sepenuhnya melibatkan teknologi dari China, tanpa pemberdayaan industri lokal, menjadi pelajaran penting dalam hal ini. 

Ronny berharap agar Indonesia dapat mengatur perjanjian dengan China yang mencakup transfer teknologi, sehingga pada akhirnya Indonesia bisa menguasai teknologi tersebut.

Menurutnya, Prabowo perlu memiliki strategi negosiasi yang kuat terkait perjanjian dalam BRICS.

"Sehingga yang kita inginkan adalah adanya transfer teknologi dalam jangka waktu tertentu Indonesia juga bisa memproduksi itu dengan kualitas Indonesia tersendiri. Itu tantangannya. Bisa gak Pak Prabowo menegokan itu? Karena ternyata selama ini Jokowi tidak bisa melakukan itu," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×