Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hakim pengawas Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Royal Standard (RS) Group memutuskan proses PKPU diperpanjang menjadi 71 hari.
Hal tersebut dikatakan hakim pengawas PKPU RS Groups Syamsul Edy dalam rapat kreditur di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Senin (12/3).
"Setelah berbicara dengan kuasa hukum kreditur, kami menawarkan perpanjangan tidak sampai 90 hari, tapi 71 hari yang jatuh pada Jumat, 25 Mei untuk rapat majelisnya. Sementara untuk rapat voting mungkin mundur tiga atau empat hari," kata Hakim Edy
Keputusan ini sendiri diambil lantaran hingga saat ini, proposal perdamaian PKPU RS Group belum juga rampung. Kuasa hukum RS Groups Jimmy Simanjuntak menjelaskan, bahwa pihaknya memang membutuhkan lebih banyak waktu untuk menyusun proposal perdamaian lantaran beberapa pertimbangan.
Pertama, adanya kreditur yang berasal dari luar negeri, sementara alasan kedua, ia mengaku ingin penyelesaian PKPU ini menyeluruh tak hanya kepada kreditur yang terdaftar.
"Mollica holdings itu kan dari luar negeri, jadi kita memang harus siapkan agar semuanya tuntas, termasuk bagi kreditur yang tak terdaftar dalam proses PKPU ini. Proposal perdamaian kita juga akan menyelesaikan tagihan kreditur yang tak terdaftar ini," kata Jimmy kepada KONTAN seusai rapat.
Oleh karenanya, dalam rapat Jimmy meminta agar proses PKPU diperpanjang menjadi 90 hari. Perpanjangan PKPU sendiri diterima oleh seluruh kreditur, hanya saja soal waktu tak semua sepakat.
Kuasa hukum Molluca Holdings Rafles Siregar misalnya, menyebutkan meski menerima perpanjangan ia mengusulkan agar perpanjangan hanya diberikan selama 45 hari.
"Kami mendukung dan setuju perpanjangan waktu PKPU, harapannya perpanjangan waktu yang diberikan agar dimaksimalkan, jangan mepet-mepet. Kalau bisa rencana perdamaian di tengah waktu bisa sudah ada, sehingga ada ruang negosiasi. Untuk jangka waktu, kami memberi klien selama 45 hari," jelas Rafless.
Sekadar informasi, Molluca holdings sendiri merupakan pemilik tagihan terbesar RS Groups. Adapun utang perusahaan asal Luxemburg ini berasal dari pengalihan utang PT Bank Permata Tbk senilai Rp 906,8 miliar.
Sementara saat ini Jimmy menjelaskan pihaknya melalui konsultan keuangan yang disewa tengah menyiapkan beberapa opsi perdamaian.
Sementara itu, pengurus PKPU RS Groups Pangeran Hutapea menjelaskan, jangka waktu 71 hari masih harus disidangkan untuk diputuskan oleh majelis hakim.
"Ini keputusan aklamasi, nanti perlu diputuskan kembali oleh majelis, mungkin bisa berkurang atau bertambah satu dua hari," jelasnya dalam kesempatan yang sama.
Sementara itu, ia memberi catatan terkait proposal perdamaian agar RS Groups juga dapat memasukan kreditur yang belum terdaftar di proses PKPU. Sebab katanya, beberapa waktu lalu, ada satu kreditur yang berasal dari pekerja RS Groups yang ingin mendaftarkan. Namun ditolak pengurus PKPU lantaran pendaftaran melebihi tenggat yang ditentukan.
"Kalau dari daftar ada 23 kreditur tapi saya yakin, pemilik tagihan bisa lebih dari itu. Makanya nanti kita lihat apakah dalam proposalnya mereka memasukan juga para kreditur yang tak masuk PKPU," sambungnya.
Sekadar informasi tim pengurus PKPU RS Groups telah menetapkan tagihan dengan nilai total Rp 1,257 triliun yang berasal dari 23 kreditur baik konkuren maupun separatis.
Sementara dalam proses PKPU ini ada empat entitas RS Groups yang masuk PKPU. Mereka adalah PT Jaya Smart Technology (JST) dan PT Royal Standard (RS). Tak hanya entitas perusahaan, dua orang direksi perusahaan juga diikutsertakan sebagai debitur yakni Untung Sastrawijaya dan Irma Halim.
RS Groups sendiri merupakan perusahaan yang bergerak di bidang commercial printing. Salah satu brandnya yang terkenal luas adalah amplop dan buku dengan merek Jaya yang diampu oleh RS. Sementara JST merupakan satu dari tiga perusahaan yang mencetak kartu kredit Visa dan Mastercard di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News