Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mantan Direksi PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) Stefanus Joko Mogoginta dan Budhi Istanto dituntut hukuman pidana tujuh tahun penjara dan denda maksimum Rp 2 miliar subsider kurungan penjara selama enam bulan.
Tuntutan tersebut lebih rendah dari dakwaan, di mana Joko dan Budhi didakwa dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang jika terbukti bersalah, maka keduanya akan dikenakan hukuman kurungan paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar.
Dalam sidang tuntutan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (3/6), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Leonard Simalango mengatakan, pengajuan tuntutan tersebut sudah berdasarkan bukti-bukti dan pernyataan saksi-saksi selama proses persidangan yang sudah berjalan sejak tahun 2020 lalu. Kedua terdakwa terindikasi melakukan tindak pidana pasar modal.
Baca Juga: Mantan direksi AISA lempar tanggung jawab, ini kata investor ritel
“Kedua terdakwa terbukti telah melakukan perbuatan secara langsung atau tidak langsung, menipu, atau mengelabui pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apapun,” kata Jaksa Leonardo dilansir dari Antara.
Ia juga meminta agar kedua terdakwa untuk segera dilakukan penahanan. Sementara untuk merespon tuntutan ini, Ketua Majelis Hakim Ahmad Sayuti memberi waktu maksimum dua minggu untuk kedua terdakwa memberikan pembelaan.
Jaksa Leonard menambahkan, dugaan manipulasi Laporan Keuangan Tiga Pilar tahun buku 2017 oleh Joko dan Budhi terbukti dilakukan untuk mengerek harga saham perseroan saat itu. Keduanya diduga melanggar pasal 95 Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Manipulasi Laporan Keuangan Tiga Pilar 2017 dilakukan dengan menggelembungkan (overstatement) piutang enam distributor dari yang sebenarnya Rp 200 miliar menjadi Rp 1,6 triliun. Adapun keenam distributor yang sejatinya merupakan milik Joko justru dicatat sebagai pihak ketiga.
Sebelumnya, dalam keterangan resminya pada Rabu (2/6), Ketua Forum Investor Ritel AISA (Forsa) Deni Alfianto mengatakan Laporan Keuangan Tiga Pilar Tahun 2017 yang terlihat bagus menjadi alasan investor untuk membeli saham AISA.
Baca Juga: AISA memprioritaskan belanja modal tahun 2021 untuk mesin pabrik
Sebab saat itu nilai bukunya tercatat mencapai Rp 1.300-1.500 per saham, padahal nyatanya perseroan punya ekuitas yang negatif.
“Ada investor yang membeli pada harga Rp 2.000 kemudian pada 2018 malah disuspensi karena gagal bayar bunga obligasi. Manipulasi ini jelas merugikan kami,” ujar Deni.
Adapun suspensi kembali dibuka pada Agustus 2020 lalu. Pasca suspensi dibuka, harga saham AISA lantas turun ke level Rp 200-an. Sejak pergantian direksi, kinerja AISA mulai membaik.
Perseroan pun kini terus berbenah memperbaiki kinerjanya, terutama pasca masuknya perusahaan pangan berbasis di Singapura yaitu FKS Group yang telah menjadi pengendali perseroan sejak kuartal tiga tahun lalu.
Sampai kuartal I-2021 perseroan juga berhasil meraih laba sebelum pajak senilai Rp 3,90 miliar, tumbuh 66,7% dibandingkan akhir tahun lalu senilai Rp 2,34 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News