kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Manfaatkan perang dagang, Indonesia satu-satunya yang kalah melawan negara Asia lain


Senin, 07 Oktober 2019 / 06:46 WIB
Manfaatkan perang dagang, Indonesia satu-satunya yang kalah melawan negara Asia lain
ILUSTRASI. Petugas Money Changer Menghitung Uang US Dollar


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia disebut sebagai satu-satunya negara di Asean yang kalah dibandingkan dengan negara lainnya dalam memanfaatkan dampak perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Banyak perusahaan dari China yang yang memilih negara lain ketimbang Indonesia untuk merelokasi bisnisnya.

Lee Ju Ye, salah satu ekonom asal Singapura mengatakan Vietnam telah muncul sebagai "penerima manfaat terbesar", dengan lonjakan arus modal asing langsung (foreign direct investment / FDI) masuk dari China dan Hong Kong 73% tahun lalu. Pada paruh pertama 2019, aplikasi FDI di Vietnam melonjak 211%.

Tak hanya Vietnam, Malaysia juga mencatatkan peningkatan investasi yang masuk dari China pada awal tahun ini setelah dua tahun belakangan mengalami penurunan. Sementara itu, Singapura juga menerima manfaatnya, karena perusahaan yang pindah ke Malaysia kemungkinan akan mengambil pinjaman dari bank-bank negara tersebut.

Baca Juga: Rekomendasi izin impor barang modal tidak baru dicoret, ini tanggapan pelaku industri

"Bahkan Filipina, yang tidak benar-benar dikenal sebagai situs manufaktur, juga menerima limpahan investasi langsung," kata Lee seperti dikutip dari South China Morning Post, Minggu (6/10). "Satu-satunya yang kalah sepertinya adalah Indonesia,” tambahnya.

Meski begitu, kata Lee, Presiden Indonesia Joko Widodo telah memperhatikan hal ini. Jokowi yang kembali terpilih menjadi presiden menuntut agar para menteri kabinetnya bekerja lebih keras untuk mengambil keuntungan dari kondisi perang dagang.

Mengutip data dari Bank Dunia yang mengatakan dari 33 perusahaan China yang memindahkan operasi ke luar negeri, 23 memilih Vietnam sementara 10 lainnya pergi ke Malaysia, dan sisanya ke Thailand serta Kamboja.

Baca Juga: Sebanyak 14 perjanjian perdagangan menunggu untuk segera diselesaikan

Lee mengatakan, perusahaan elektronik Taiwan Pegatron telah memutuskan untuk membangun pabrik di Batam, Indonesia, tetapi perusahaan multinasional lainnya berhati-hati karena beberapa faktor, seperti undang-undang ketenagakerjaan yang mengharuskan pengusaha membayar pembayaran pesangon yang tinggi walaupun staf dipecat.

“Indonesia telah kehilangan kesempatan, dan saya pikir ini adalah peringatan bagi pemerintah untuk berbuat lebih banyak,” tambahnya.

Pemerintah Indonesia baru-baru ini mengumumkan rencana untuk menurunkan pajak perusahaan hingga 20% dari tarif yang sebelumnya sebesar 25%.

Negara Lain

Tak hanya Indonesia, pemerintah negara Asean lainnya secara aktif juga mencari perusahaan China untuk pindah ke wilayah mereka. Thailand, misalnya, meluncurkan paket relokasi yang disebut Thailand Plus.

Baca Juga: Punya fasilitas produksi sendiri, begini perjalanan Volkswagen di Indonesia

Beberapa insentif yang ditawarkan di bawah paket termasuk lima tahun, pengurangan 50% pajak penghasilan perusahaan serta hibah untuk peningkatan tenaga kerja. Di Malaysia, pemerintah telah membentuk komite untuk mempercepat aplikasi yang terkait dengan investasi yang datang dari China.

“(Ini) biasanya menunggu tiga bulan untuk permohonan disetujui. Sekarang, itu dapat disetujui hanya dalam satu minggu, "kata Lee, yang berbicara pada sebuah seminar yang diselenggarakan oleh ISEAS-Yusof Ishak Institute Singapura.

Dia dan rekan ekonomnya Linda Liu juga berbicara tentang Belt and Road Initiative, rencana infrastruktur ambisius China untuk meningkatkan perdagangan global dan konektivitas. Mereka mencatat bahwa meskipun China Global Investment Tracker, yang memantau kegiatan konstruksi dan investasi global China, mencatat penurunan total investasi dan kontrak konstruksi pada tahun 2018, ada lonjakan awal tahun ini.

Baca Juga: Wow, industri internet Asia Tenggara bakal sentuh US$ 100 miliar tahun ini

"(Pada 2018), kontrak investasi dan konstruksi anjlok cukup kuat dari US$ 38 miliar menjadi US$ 22 miliar ... perubahan dalam pemerintahan di Malaysia telah menyebabkan tertahannya beberapa proyek pemerintah," kata Lee.

Wilayah ini menerima kontrak Tiongkok senilai US$ 11 miliar pada paruh pertama di tahun 2019, dengan US$ 3 miliar yang akan dikirim ke Indonesia dan US$ 2,5 miliar  ke Kamboja. "Administrasi (pemerintah Indonesia) lebih mudah menerima dana Tiongkok, dan lebih terbuka untuk bekerja dengan China," kata Lee.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perang Dagang, Indonesia Bukan Negara Pilihan untuk Relokasi Industri dari China"
Penulis : Akhdi Martin Pratama
Editor : Bambang Priyo Jatmiko

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×