kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mandatori B30 diyakini bisa memperbaiki defisit migas dan genjot ekspor CPO


Selasa, 14 Januari 2020 / 09:20 WIB
Mandatori B30 diyakini bisa memperbaiki defisit migas dan genjot ekspor CPO
ILUSTRASI. Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati (kanan) dan Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama (tengah) memberikan sambutan saat peresmian implementasi program Biodiesel 30 persen (B30) di SPBU Pertamina MT Ha


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah di tahun ini kembali meningkatkan pasokan minyak sawit atau crude palm oil (CPO) dalam mandatori biodiesel 30% (B30). Cara ini diyakini dapat menekan defisit neraca dagang sekaligus meningkatkan kinerja ekspor.

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Berekonomian (Kemenko Perekonomian) Iskandar Simorangkir mengatakan pemerintah optimistis program B30 dapat memberikan multiplayer effect kepada defisit Migas dan menigkatkan ekspor CPO. Sebab tahun lalu, program B20 terbilang sukses.

Baca Juga: Gara-gara pernyataan kontroversial PM Malaysia, outlook saham CPO menarik

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan sepanjang Januari-November 2019 defisit Migas sebesar US$ 8,31 miliar. Angka ini menunjukkan perbaikan 67,1% dibanding defisit Migas di periode sama tahun 2018 yakni US$ 12,38 miliar.

Dari sisi ekspor nonmigas di periode yang sama turun US$ 900 juta dari US$ 15 miliar menjadi US$ 14,1 miliar.

Kata Iskandar, implementasi B20 nyatanya memberikan keseimbangan antara menekan defisit migas dan menggenjot ekspor. Meski nilai ekspor CPO tahun lalu belum sepenuhnya membaik, Iskandar percaya tren kenaikan harga minyak sawit dapat menstabilkan neraca perdagangan.

Baca Juga: Aprobi optimistis mampu pasok 9,6 juta kiloliter B30 di 2020

“Yang dilihat net ekspornya. Dengan pengalihan ke B30 di tahun ini maka harga ekspor CPO meningkat dan impor migas khususnya solar menurun. Sehingga keseluruhan neraca perdagangan kita akan membaik,” kata Iskandar kepada Kontan.co.id, Sabtu (11/1).

Memang sepanjang tahun lalu harga CPO mengalami kenaikan drastis. Berdasarkan Malaysia Derivatives Exchange harga CPO menguat 35,97% ditutup di level RM 3.052 per ton pada akhir Desember 2019. Bahkan pada penutupan perdagangan Senin (13/1) harga minyak sawit melejit lagi hingaa RM 3.117 per ton atau menguat 2,12% year to date (ytd).

Kepala Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, prospek CPO akan moncer di tahun ini akibat B30, ini memperkuat demand dalam negeri setelah supply terganggu akibat kebijakan Uni Eropa yang mengurangi impor komoditas andalan Indonesia tersebut.

Baca Juga: Berikut saham yang layak dikoleksi awal tahun 2020 versi analis

Setali tiga uang, Indonesia dan Malaysia sebagai produsen terbesar CPO memiliki posisi sangat menentukan supply sekaligus harga. Kebijakan B30 di Indonesia dan B20 di Malaysia dinilai akan mengurangi secara drastis supply CPO di pasar global. Dampaknya harga akan naik.

“Itu yang sekarang terjadi dan sangat disyukuri oleh para petani sawit. Nilai ekspor CPO akan beranjak naik walaupun volume ekspor bisa jadi sedikit menurun,” kata Piter kepada Kontan.co.id, Senin (13/1).

Menurut Piter, secara umum kebijakan B30 memiliki tiga dampak positif. Pertama nilai ekspor naik karena harga CPO yang naik. Kedua, impor solar turun karena adanya substitusi biosolar. Ketiga, defisit migas berkurang.

Baca Juga: Tawarkan 410 Juta Saham Baru Melalui, CSRA Mengincar Dana Rp 51,25 Miliar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×