kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45909,05   5,72   0.63%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

MA kabulkan gugatan soal Pilpres, bagaimana nasib hasil Pilpes 2019?


Rabu, 08 Juli 2020 / 04:24 WIB
MA kabulkan gugatan soal Pilpres, bagaimana nasib hasil Pilpes 2019?
ILUSTRASI. Pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo (kedua kiri) dan Ma'ruf Amin (kiri) serta pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto (kedua kanan) dan Sandiaga Uno (kanan) saat bersiap mengikuti debat kelima Pilpres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (1


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Mahkamah Agung (MA) soal Pilpes memicu polemik baru. Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari menyebut bahwa hasil Pilpres 2019 sudah memenuhi prinsip konstitusional atau sesuai dengan UUD 1945. Hal ini disampaikan merespons putusan MA yang mengabulkan permohonan uji materi Pasal 3 ayat 7 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum.
 
Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. "Hasil Pilpres 2019 dengan pemenang Paslon 01 Jokowi-Amin sudah sesuai dengan ketentuan formula pemilihan atau elektoral formula sebagaimana ditentukan oleh Pasal 6A UUD 1945," kata Hasyim melalui pesan singkat yang diterima Kompas.com, Selasa (7/7/2020). 

Baca Juga: Pengamat: Putusan MA bisa memicu kembali polemik hukum hasil Pilpres

Adapun Pasal 6A UUD 1945 berbunyi: 

(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. 

(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. 

(3) Pasangan calon Presiden dan wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. 

(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. 

(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang.

Baca Juga: MA kabulkan gugatan Rachmawati soal aturan Pilpres KPU, ini putusannya

Menurut Hasyim, logika hukumnya, jika peserta Pemilu hanya ada dua pasangan calon (paslon), maka seluruh suara sah secara nasional (100 persen) dibagi dua paslon. Pembagian itu mengakibatkan satu paslon memperoleh suara lebih dari 50% dan paslon lain mendapat suara kurang dari 50%. 

"Demikian juga perolehan suara masing-masing paslon di setiap provinsi, karena hanya ada dua paslon, tentu satu paslon memperoleh suara lebih dari 50% dan paslon lain memperoleh suara kurang dari 50%," ujar Hasyim. 

Hasyim mengatakan, formula pemilihan Pilpres 2019 berdasar ketentuan Pasal 6A Ayat (3) UUD 1945, pemenang Pilpres 2019 ditentukan berdasarkan tiga hal berikut: 

1. Mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan umum (paslon memperoleh suara lebih dari 50% suara sah nasional); 

2. Mendapatkan suara dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi (paslon memperoleh suara minimal 20% suara sah di setiap provinsi); dan 

3. Perolehan suara minimal 20% suara sah di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia. 

"Tiga ketentuan tersebut adalah kumulatif, artinya 3 hal tersebut harus dipenuhi semua, untuk dinyatakan sebagai pemenang Pilpres 2019," kata Hasyim. 

Baca Juga: Melihat kekayaan Prabowo Subianto

Adapun, perolehan suara sah nasional (suara di 34 provinsi dan suara pemilu di luar negeri) sebanyak 154.257.601 suara. Pasangan Jokowi-Amin mendapat 85.607.362 suara (55,50%) dan Prabowo-Sandi memperoleh suara 68.650.239 (44,50%). 
Persebarannya, Jokowi-Amin menang di 21 provinsi (dengan perolehan suara lebih dari 50 persen di setiap provinsi). Sedangkan Prabowo-Sandi unggul di 13 provinsi (dengan perolehan suara lebih dari 50 persen di setiap provinsi). "Jumlah provinsi di Indonesia adalah 34 provinsi. Setengah jumlah provinsi di Indonesia adalah 34 dibagi dua, yakni 17. Dengan demikian ketentuan (pada undang-undang bahwa) 'lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia' adalah lebih dari 17 provinsi," kata Hasyim. 

Baca Juga: 19 daerah di Jawa Timur sudah siap pilkada serentak di masa pandemi

Berikut 21 provinsi yang dimenangkan Jokowi-Amin: 
1. Sumut 
2. Lampung 
3. Babel 
4. Kepri 
5. DKI Jakarta 
6. Jateng 
7. DI Yogyakarta 
8. Jatim 
9. Bali 
10. NTT 
11. Kalbar 
12. Kalteng 
13. Kaltim 
14. Sulut 
15. Sulteng 
16. Gorontalo 
17. Sulbar 
18. Maluku 
19. Papua 
20. Papua Barat 
21. Kaltara

Sedangkan, di bawah ini adalah 13 provinsi Prabowo-Sandi unggul: 

1. Aceh 
2. Sumbar 
3. Riau 
4. Jambi 
5. Bengkulu 
6. Sumsel 
7. Jabar 
8. Banten 
9. NTB 
10. Kalsel 
11. Sulsel 
12. Sultra 
13. Maluku Utara

Dengan demikian, kata Hasyim, dapat disimpulkan bahwa hasil Pilpres 2019 telah memenuhi azas konstitusional. Sebab, salah satu paslon mendapat suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan umum (paslon memperoleh lebih dari 50% suara sah nasional), yaitu 85.607.362 suara (55,50%). Salah satu paslon juga mendapat suara sedikitnya dua puluh persen di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, yaitu menang di 21 provinsi dengan perolehan suara lebih dari 50% di setiap provinsi. 

Untuk diketahui, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan uji materi Pasal 3 ayat 7 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Thun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum. 

Gugatan ini diajukan oleh pendiri Yayasan Pendidikan Soekarno, Rachmawati Soekarnoputri, dan kawan-kawan. Dalam putusan Nomor 44 P/PHUM/2019 tersebut dan diunggah pada 3 Juli 2020 lalu, MA menyatakan Pasal 3 ayat 7 PKPU 5/2019 bertentangan denan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terutama Pasal 416 ayat 1. 

"Mengabulkan permohonan hak uji materiil yang diajukan para pemohon untuk sebagian dan menyatakan Pasal 3 ayat 7 PKPU 5/2019 bertentangan dengan UU 7/2017," demikian keputusan MA, Selasa (7/7/2020). 

Pasal 3 ayat 7 PKPU 5/2019 berbunyi "Dalam hal hanya terdapat 2 (dua) Pasangan Calon dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, KPU menetapkan Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak sebagai Pasangan Calon terpilih". 

Sedangkan Pasal 416 ayat 1 UU 7/2017 berbunyi "Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 1/2 (setengah) jumlah provinsi di Indonesia". 

Dalam pertimbangannya MA berpendapat, KPU yang mengeluarkan PKPU 5/2019 telah membuat norma baru dari peraturan yang berada di atasnya, yakni UU 7/2019. Selain itu, KPU juga memperluas tafsir dalam pasal 416 UU 7/2017.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "MA Kabulkan Gugatan soal Pilpres, Bagaimana Nasib Hasil Pilpres 2019?"
Penulis : Fitria Chusna Farisa
Editor : Fabian Januarius Kuwado

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×