kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Laporan Utama: Menabung rumah memotong upah


Rabu, 30 Maret 2016 / 15:42 WIB
Laporan Utama: Menabung rumah memotong upah


Reporter: Andri Indradie, Silvana Maya Pratiwi , Tedy Gumilar | Editor: Andri Indradie

JAKARTA. Sejak diundangkan akhir bulan lalu, 23 Februari, Undang-Undang (UU) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) masih terus menjadi bahan pergunjingan. Yang paling baru, tuntutan para pekerja agar dilibatkan dalam menyusun aturan-aturan turunan UU Tapera seperti tujuh peraturan pemerintah (PP), 10 peraturan Badan Pengelola (BP) Tapera, peraturan presiden, dan keputusan presiden.

Timboel Siregar, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), bilang, UU Tapera sebenarnya mengejutkan serikat pekerja dan serikat buruh itu. Pasalnya, pekerja dan buruh hanya diajak satu kali bertemu dalam merumuskan UU Tapera. Itu pun sifatnya hanya formalitas karena agar tak melanggar UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

"Kami menuntut pemerintah melibatkan seluruh stakeholder dalam pembuatan aturan turunan UU Tapera. Memang Tapera masih 2018, tapi sebaiknya kita bahas jauh-jauh hari sebelumnya," tutur Timboel ke KONTAN, kemarin (29/3). Sebab, lanjut Timboel lagi, masih banyak persoalan tentang Tapera yang harus mengikutsertakan para pekerja. Sebut saja, jumlah iuran, pengelolaan dana, penerima manfaat, dan sebagainya.

Pertama, UU Tapera masih belum jelas apakah menguntungkan semua pihak atau tidak. Semua pekerja harus bergotong royong. Kalau gotong royong, harusnya ada manfaat yang diperoleh untuk semua yang mengiur. UU Tapera hanya menyasar penghasilan berpenghasilan rendah. Bagaimana dengan pekerja kelas menengah atau atas yang juga ikut mengiur?

Kedua, itu artinya, uang hasil tabungan pekerja yang tak tergolong berpenghasilan rendah hanya akan jadi uang mati. Padahal, dari segi kebutuhan, belum tentu pekerja menengah atau atas juga sudah mempunyai rumah. Ketiga, kepastian imbal hasil yang diperoleh juga belum jelas. Keempat, beberapa poin masih kurang jelas, seperti istilah kemendesakan.

"Di dalam aturan turunan, misalnya PP, istilah-istilah itu harus jelas. Nah, kami coba mendorong agar pemerintah melibatkan dan bukan hanya sekadar formalitas seperti pada saat membuat UU Tapera. Juga, supaya pemerintah punya terobosan baru agar semua kalangan pekerja mendapatkan manfaat UU Tapera," tegas Timboel.

Program yang ada

Tentang persoalan UU Tapera, Tabloid KONTAN pernah menyajikan Laporan Utama Menabung Rumah Memotong Upah Edisi 7 Maret - 13 Maret 2016. Kita tahu, UU Tapera sangat dibutuhkan lantaran kesenjangan kepemilikan rumah antarmasyarakat sulit diatasi. Warga berpenghasilan rendah juga masih banyak yang tak mampu membeli rumah. Uang muka yang terlalu besar sulit mereka jangkau. Belum lagi, bunga kredit selangit yang kudu ditanggung.

Tak heran jika lewat jenis tabungan khusus Tapera ini, terbit harapan, kesenjangan kebutuhan perumahan bisa makin tertutup. Meskipun, pro dan kontra tentang Tapera masih saja hangat lantaran menambah daftar panjang iuran yang mesti dibayar pengusaha dan pekerja. Sebab, sudah ada program-program pembiayaan perumahan dan tak semuanya cemerlang.

Apakah Tapera sesuai harapan? Akankah hanya menambah daftar program-program perumahan yang kurang cemerlang itu saja? Berikut ini, Laporan Utama Tabloid KONTAN tentang Tapera tersebut:

SUMBER: Laporan Utama Tabloid KONTAN Menabung Rumah Memotong Upah Edisi 7 Maret - 13 Maret 2016

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×