kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Lahan pertanian menyusut, SBY dinilai ingkar janji


Senin, 28 Oktober 2013 / 05:23 WIB
Lahan pertanian menyusut, SBY dinilai ingkar janji
ILUSTRASI. Matcha adalah salah satu jenis green tea populer dari Jepang yang banyak memiliki penggemar karena rasanya yang enak.


Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Profesor dari Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa menilai, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak memenuhi janjinya menambah lahan pertanian seluas 7 juta hektar menjadi sekitar 15 juta hektar dari kondisi awal, 7,9 juta hektar.

"Di akhir pemerintahannya, yang terjadi justru sebaliknya. Lahan pertanian menyusut dari 7,9 juta hektar menjadi 7,3 hektar," kata Andreas saat diskusi di Cikini, Jakarta, Minggu (27/10). Ia menilai, selama ini ada yang keliru dengan kebijakan pangan di Indonesia.

Padahal pangan, kata Andreas, seharusnya menjadi prioritas utama dalam menentukan kebijakan suatu negara. Pemerintah dinilai sering mengambil jalan pintas saat mengalami kendala pangan dengan membuka keran impor.

Sementara itu, peneliti Oxfam-KRKP Said Abdullah menilai, menyusutnya lahan pertanian di Indonesia akibat banyaknya konversi lahan sawah menjadi non-sawah. Ia mencontohkan daerah Karawang yang dianggap sebagai lumbung padi, kini terancam karena begitu banyak lahan yang dikonversi.

Ia menuding pemerintah, baik daerah maupun pusat, yang memberikan jalan bagi proses konversi di Karawang. Pemerintah daerah memberikan izin kepada para pengembang perumahan dan industri dengan mengubah tata ruang tata wilayah.

Begitu pula dengan pemerintah pusat melalui Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang berencana membangun pelabuhan Cimalaya sebagai penopang pelabuhan Tanjung Priok, yang mengakibatkan hilangnya sawah.

"Data Dinas Pertanian Kabupaten Karawang mengungkapkan dalam kurun waktu 1989-2007 terjadi alih fungsi lahan pertanian mencapai 135,6 hektare per tahun," jelasnya.

Kendati demikian, terkait perluasan lahan pertanian yang dijanjikan SBY, ia memaklumi sulitnya melakukan pembukaan lahan, terutama di luar Pulau Jawa. Menurutnya, pembukaan lahan merupakan masalah yang kompleks seperti masalah tanah ulayat yang membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

Dalam kesempatan yang sama, asisten staf khusus presiden bidang ekonomi dan pembangunan Rizal Halim menyatakan presiden SBY berkomitmen penuh terhadap sektor pertanian yang dibuktikan melalui pembuatan regulasi.

Sayangnya, kata Rizal, banyak masyarakat yang tidak menaati regulasi tersebut, termasuk melanggar larangan konversi lahan. "Jadi ada persoalan di tataran implementasi. Ada juga ego sektoral," katanya. (Rahmat Fiansyah/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×