kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.325.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KY: Kasus suap dan gratifikasi paling banyak


Kamis, 04 Januari 2018 / 17:40 WIB
KY: Kasus suap dan gratifikasi paling banyak


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Yudisial (KY) mencatat perkara praktik suap dan isu jual beli perkara di pengadilan cukup mendominasi di 2017.

Hal itu ditandai dengan maraknya operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap aparatur pengadilan, termasuk hakim di tahun lalu.

KY mencatat, sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) digelar oleh Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) pertama kali di tahun 2009, kasus suap dan gratifikasi cukup mendominasi hingga 2017. Dari 49 sidang MKH yang telah dilaksanakan, ada 22 laporan karena praktik suap dan gratifikasi, yaitu sekitar 44,9%.

"Praktik suap dan isu jual beli perkara ini juga selalu menghiasi sidang MKH pada setiap tahunnya," ungkap Juru Bicara KY Farid Wajdi, Kamis (4/1).

Hal ini tentu menjadi keprihatinan dan sudah sepatutnya menjadi pembelajaran bagi semua pihak. Pihaknya pun mengimbau para hakim untuk senantiasa memegang teguh Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

Sebagai mitra kerja, KY juga mengapresiasi langkah pembinaan dan pembenahan yang telah dilakukan MA. Namun, KY berharap agar MA lebih tegas terhadap “oknum” yang telah mencederai kemuliaan lembaga peradilan.

Pun KY mengajak untuk sama-sama menjauhi perilaku korupsi. "Dengan menjadikan pengadilan bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dengan sendirinya dapat mengembalikan kepercayaan publik sehingga peradilan bersih, bermartabat dan agung dapat terwujud," tambah Farid.

Selain kedua kasus tersebut, perselingkuhan-pelecehan juga termasuk yang banyak disidangkan dalam MKH, yaitu 17 perkara (34,6%). Pada tahun 2009 dan 2010 kasus perselingkuhan belum pernah digelar di sidang MKH. Namun, sejak tahun 2011-2017 laporan ini selalu ada. Bahkan, di tahun 2013 dan 2014 laporan ini mendominasi.

Jauhnya penempatan tugas seorang hakim dari keluarganya ditengarai menjadi salah satu sebab maraknya pelanggaran kode etik berupa perselingkuhan di kalangan para hakim.

Oleh karena itu, pola mutasi dan promosi hakim sebaiknya mempertimbangkan kebutuhan agar tidak terlalu jauh dari keluarganya. Selain itu, kenaikan tunjangan dan fasilitas para hakim juga ditengarai menjadi penyebab meningkatnya kasus perselingkuhan.

Kasus lainnya yang disidangkan di MKH, antara lain: bersikap indisipliner (5 laporan), mengonsumsi narkoba (3 laporan), memanipulasi putusan kasasi (1 laporan), dan pemalsuan dokumen (1 laporan). Khusus di tahun 2017, KY dan MA menggelar 3 kali sidang MKH karena kasus penyuapan (1 laporan) dan perselingkuhan (2 laporan).

Tak hanya itu, sepanjang MKH dilaksanakan pada tahun 2009-2017, sudah ada 31 orang hakim telah dijatuhi sanksi pemberhentian tetap.

Selain itu, sebaran sanksi MKH menunjukkan sebanyak 16 orang hakim dijatuhi sanksi berupa nonpalu 3 bulan sampai dengan 2 tahun, 1 orang dijatuhi sanksi ringan berupa teguran tertulis dengan akibat pengurangan tunjangan kinerja sebesar 75% selama 3 bulan, dan 1 orang mengundurkan diri sebelum MKH.

Dengan adanya penjatuhan sanksi ini merupakan upaya penegakan KY dalam rangka menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim. Atas kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan, maka layak diberikan sanksi untuk menjerakan.

Penjatuhan sanksi tersebut menarasikan tidak ada toleransi atas perilaku curang sekaligus upaya memperbaiki dan membersihkan lembaga peradilan itu adalah agenda tak berkesudahan.

Apapun jenis atau tingkatan sanksi sepatutnya tidak ada pilihan bahwa sanksi terdahulu mesti dijadikan sebagai pelajaran penting bagi setiap hakim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×