Reporter: Fahriyadi | Editor: Fahriyadi .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tim Penasehat Hukum Nadiem Anwar Makarim mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 23 September 2025. Gugatan praperadilan tersebut teregister dengan nomor 119/Pid.Pra/2025/PN.Jaksel.
Kuasa Hukum Nadiem, Dodi S. Abdulkadir menegaskan terdapat tujuh alasan yang membuat penetapan tersangka terhadap Nadiem tidak sah dan tidak mengikat secara hukum.
Pertama, penetapan tersangka tidak disertai hasil audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara yang bersifat nyata (actual loss) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Padahal, audit ini menjadi syarat mutlak menentukan adanya kerugian keuangan negara yang menjadi salah satu syarat dari pemenuhan dua alat bukti yang dipersyaratkan dalam Pasal 184 KUHAP jo. Putusan MKRI 21/PUU-XII/2014,” kata Dodi di Jakarta, Senin (29/9).
Baca Juga: Nadiem Ajukan Pra Peradilan, Begini Respon Kejaksaan Agung
Kedua, BPKP dan Inspektorat telah melakukan audit Program Bantuan Peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) 2020–2022 dan tidak ada indikasi kerugian keuangan negara akibat perbuatan melawan hukum oleh Nadiem.
Hasil ini diperkuat dengan Laporan Keuangan Kemendikbud Ristek 2019–2022 yang memberikan status/opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Ketiga, penetapan tersangka Nadiem cacat hukum karena dilakukan tanpa minimal dua bukti permulaan yang disertai pemeriksaan calon tersangka sebagaimana disyaratkan Pasal 184 KUHAP jo. Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014.
“Surat Penetapan Tersangka terhadap Nadiem dikeluarkan pada tanggal yang bersamaan dengan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yaitu tanggal 4 September 2025,” kata Dodi.
Keempat, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) tidak pernah diterbitkan dan atau Nadiem hingga saat ini tidak pernah menerimanya. Hal ini melanggar Pasal 109 KUHAP jo. Putusan MK No. 130/PUU-XIII/2015, menghilangkan fungsi pengawasan penuntut umum, dan membuka peluang penyidikan sewenang-wenang.
Kelima, Program Digitalisasi Pendidikan 2019–2022 yang dijadikan dasar penetapan tersangka Nadiem sesuai Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-63/F.2/Fd.2/09/2025 tertanggal 4 September 2025 bukan nomenklatur resmi dan tidak pernah ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 maupun kebijakan resmi Kemendikbud Ristek.
Oleh karenanya, perbuatan yang dituduhkan kepada Nadiem abstrak, tidak cermat, dan melanggar haknya untuk mengetahui secara jelas perbuatan yang disangkakan.
Keenam, pencantuman status Nadiem dalam Surat Penetapan Tersangka sebagai karyawan swasta tidak tepat dan tidak jelas. Nadiem pada Tahun 2019–2024 menjabat selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sesuai KTP sebagai Anggota Kabinet Kementerian.
Ketujuh, Nadiem memiliki identitas dan domisili jelas dan selama ini berlaku kooperatif serta telah dicekal sehingga tidak mungkin melarikan diri. Nadiem juga sudah tidak lagi menjabat sebagai Menteri sehingga tidak memiliki akses maupun menghilangkan barang bukti.
“Penahanan Nadiem tidak sah karena alasan-alasan yang dijadikan dasar penahanan tidak dibuktikan secara objektif. Faktafakta ini yang juga perlu diketahui masyarakat untuk memastikan bahwa penegakan hukum dilakukan secara fair, transparan dan sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku,”tegas Dodi.
Selanjutnya: Kerek Profitabilitas, Lufthansa Kurangi 4.000 Pekerja
Menarik Dibaca: IHSG Rawan Terkoreksi, Cek Rekomendasi Saham MNC Sekuritas (30/9)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News