Reporter: Bidara Pink, Venny Suryanto | Editor: Markus Sumartomjon
KONTAN.CO.ID - JAKARTA.. Di tengah krisis ekonomi akibat pandemi virus korona Covid-19, instrumen investasi emas menjadi safe heven untuk menjaga agar nilai kekayaan tidak menyusut. Banyak investor yang kepincut menempatkan dana di kemilau si kuning ini.
Minat investasi emas tidak hanya dilakukan oleh investor individu maupun institusi keuangan. Bank sentral pun kerap memborong emas sebagai bantalan cadangan devisa mereka agar lebih kuat saat menghadapi guncangan akibat krisis ekonomi
Kebijakan ini juga dilakukan oleh Bank Indonesia. Bank sentral memang kerap membeli dan menyimpan emas sebagai salah satu bentuk cadangan devisa. Bank Indonesia juga terus memupuk emas ke dalam brankas cadangan devisa emasnya.
Baca Juga: Cadangan devisa April 2020 naik jadi US$ 127,9 miliar, berikut faktor pendorongnya
Ini terlihat dari cadangan emas Bank Indonesia per April 2020 yang mencapai US$ 4,32 miliar, atau naik 5,8% dari cadangan sejenis di Maret yang sebesar US$ 4,08 miliar. Adapun total cadangan devisa BI pada April 2020 sebesar US$ 127,9 miliar, lebih besar dibandingkan denga posisi pada akhir Maret yang mencapai US$ 121 miliar.
Baca Juga: Tambahan cadangan devisa meredam pelemahan rupiah dalam sepekan
Memang kenaikan cadangan emas yang ada di BI, seiring dengan pergerakan harga emas yang meningkat. Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan bank sentral menanam cadangan devisa berbentuk emas tersebut pada asset yang tidak spekulatif.
"Saat harga naik lebih baik mengalokasikan cadangan devisa untuk emas. Tapi tentu saja harus diukur karena harga emas naik turun. Jadi kami menanam cadangan di aset yang aman," ujar Perry, beberapa waktu lalu.
Perry memastikan setiap bank sentral melakukan pencadangan devisa, baik itu emas dan instrument lainnya. Namun bank sentral selalu mengedepankan asas likuiditas dan memastikan kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah terjamin. BI juga memastikan keamanan dari investasi.
"Pokoknya, kami menanamkan cadangan devisa bukan untuk (instrumen investasi) spekulatif," tegas Perry.