Sumber: KONTAN | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Setelah sempat menarik gugatan awal tahun ini, akhirnya, Allied Ever Investment Ltd., perusahan investasi asal Hongkong, kembali memasukkan gugatan pailit pada perusahaan penghasil bubur kertas PT Kertas Nusantara ke Pengadilan Niaga (PN) Jakarta Pusat.
Allied mengambil langkah ini lantaran tak puas dengan hasil konkret kesepakatan perdamaian yang telah diteken Januari lalu. Menurut Tisye Erlina Yunus, Kuasa Hukum Allied, dengan kesepakatan itu, kliennya berharap ada titik temu dalam proses negosiasi lanjutan. Ujung-ujungnya, Kertas Nusantara melunasi utangnya, tanpa berperkara di pengadilan.
Dalam proses negosiasi, Tisye menjelaskan, kedua belah pihak sudah saling mengajukan penawaran restrukturisasi. Namun, belakangan, negosiasi menemui jalan buntu. "Pada praktiknya, Kertas Nusantara tidak memiliki niat untuk melaksanakan kewajibannya," tandasnya.
Sayangnya, Tisye enggan mengungkap secara rinci, poin tawaran restrukturisasi Kertas Nusantara mana yang akhirnya memicu Allied berkesimpulan seperti itu.
Yang pasti, gara-gara hal ini, Allied semakin mantap memailitkan Kertas Nusantara untuk kedua kalinya ke PN Jakarta Pusat. Allied menuding, perusahaan yang disebut-sebut milik Prabowo Subianto itu mangkir memenuhi kewajiban utang yang sudah jatuh tempo sejak 27 Desember 2005 silam. "Total utangnya sebesar US$ 32,907 juta," ujar Tisye. Perinciannya, utang pokok sebesar US$ 20 juta, biaya pinjaman US$ 3 juta, dan denda selama 36 bulan sebesar US$ 9,9 juta.
Untuk menguatkan gugatan pailitnya, Allied membawa serta bukti utang Kertas Nusantara pada kreditur lain yang juga macet. Misalnya, pada Lamag SDN Bhd senilai US$ 926.535,86. Rencananya, Kamis ini (4/6), PN Jakarta Pusat akan menggelar sidang perdana kepailitan ini.
Pihak Allied mengaku sudah berpikir panjang sebelum mengambil langkah ini. Sekadar mengingatkan, pada 27 Desember 2004, Allied meminjamkan uang US$ 20 juta pada Kertas Nusantara dalam jangka waktu setahun. Sesuai perjanjian, untuk mengangsur utang itu, Kertas Nusantara wajib menyetor hasil penjualan 10.000 metrik ton bubur kertas per bulan atau 95.000 metrik ton per tahun dengan asumsi harga per metrik ton sebesar US$ 30.
Namun, kenyataannya, Kertas Nusantara yang sebelumnya bernama PT Kiani Kertas, tak memenuhi kewajiban itu. Akibatnya, Allied memutuskan mengenakan denda selama 36 bulan (per Desember 2008) dengan nilai hampir setengah pinjaman pokok.
Allied sudah pernah mendaftarkan permohonan pailit dalam pokok perkara yang sama pada 12 Desember 2008. Kala itu PN Jakarta Pusat telah menerima, bahkan telah menjadwalkan sidang pada Januari 2009.
Namun mendekati hari sidang, Allied tiba-tiba mencabut permohonannya lantaran ada peluang berdamai dengan penghasil bubuk kertas di Mangkajang, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur yang memiliki area konsesi hutan seluas 3.400 hektare itu.
Kuasa hukum PT Kertas Nusantara Max Adrian mengaku belum memperoleh informasi mengenai langkah Allied ini. "Saya belum mendapatkan kabar itu. Jadi, saya tidak bisa memberi tanggapan apa pun," ujarnya.
Meski begitu, Max membantah keras jika kasus ini dikait-kaitkan dengan Prabowo Subianto. Menurutnya, isu tersebut adalah ulah orang-orang yang mencari peluang di masa pemilu presiden. "Setahu saya, tidak ada keterkaitannya dengan Prabowo. Itu adalah isu politik murahan yang tidak berdasar," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News