Sumber: TribunNews.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Indonesia Corruption Watch (ICW) mewanti-wanti Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk jeli menelusuri sumbangan dana pihak ketiga atau perusahaan berbadan hukum terhadap partai politik peserta pemilu atau lewat calon legislatifnya. Hal tersebut guna menghindari praktik gratifikasi dan sebagainya.
"Pengusaha kalau menyumbang, pasti tidak mau dipublish. Kalau pun menyumbang dalam jumlah besar, dan dibatasi Rp 7,5 miliar. Kalau lebih besar dari itu, mereka akan mengakalinya dengan memecah. Misal menyumbang Rp 10 miliar, akan memakai induk dan anak perusahaan," ujar Koordinator Korupsi Politik ICW, Ade Irawan, di Jakarta, Senin (24/2).
Ade menambahkan, KPU juga jangan lupa bisa saja ada modus lain perusahaan penyumbang dana kampanye ini tak mau dideteksi, seperti membuat perusahaan palsu. Bisa jadi namanya ada, tapi ketika ditelusuri alamatnya, perusahaan itu enggak ada. Diakuinya, sumbangan dana dari pihak ketiga memang banyak di pemilu presiden, bukan pileg.
Menurutnya, meski KPU membuat peraturan agar perusahaan penyandang dana ke parpol harus melampirkan NPWP, berbadan hukum, dan segala persyaratan lainnya, tidak jaminan laporan yang mereka berikan seperti yang terlihat.
"Ini tergantung ketegasan KPU. Saya yakin pasti ada praktik semacam itu," imbuhnya.
Makanya, dalam pelaporan dana kampanye, parpol dan caleg harus berkomitmen dan menjunjung asas transparansi. Siapa penyumbang, berapa dana sumbangan, dan untuk apa peruntukannya, harus dipublikasikan sejujur-jujurnya. Maka, KPU, KPK, Bawaslu, dan PPATK mesti kerja sama bareng karena keempatnya bisa mengurai soal halal haramnya dana kampanye.
Deputi Direktur Perludem (Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi), Veri Junaidi menambahkan, saat ini parpol menjadi waswas karena KPK dan PPATK sedang gencar melihat proses transaksi dana kampanye mereka. Setelah sebelumnya, sejumlah anggota dewan diciduk karena tersangkut praktik penyalahgunaan wewenang dan korupsi.
"Beberapa kasus diindikasikan masuk dana kampanye. Di Pemilu 2009, banyak dari pihak ketiga, dan berasal dari penyalahgunaan wewenang. Kasus sapi diduga untuk dana kampanye. Karena sumber uang sudah ditutup oleh KPK, maka agak sulit orang memperoleh dana kampanye dari dana halal, dan penyimpangan kekuasaan," terang Veri. (Yogi Gustaman)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News