Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebanyak 13 nasabah PT Reliance Securities Tbk menilai Bareskrim Polri sangat lamban menangani kasus pembelian obligasi FR0035. Pasalnya, sejak satu bulan lalu melapor, hingga saat ini belum ada kelanjutan dari pihak kepolisian.
"Dalam waktu dekat kami akan follow up ke Bareskrim untuk tindak lanjutnya bagaimana," ungkap kuasa hukum 13 nasabah Pujianti kepada KONTAN, Minggu (10/12).
Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) baru diterima kuasa hukum nasabah pada minggu lalu. Begitu pula dengan berita acara pemeriksaan (BAP) permulaan yang belum juga dilakukan. Padahal, laporannya sudah dilakukan sejak 11 November lalu.
"Sampai sekarang belum ada tindak lanjutnya, kami sudah hubungi penyidiknya tapi belum ada tanggapan," ucapnya.
Sebelumnya, Pujianti pernah mengirimi surat ke Bareskrim Polri terkait hal ini pada 21 November lalu. Pada intinya, pihak nasabah meminta Bareskrim Polri untuk menindak lajuti kasus ini secara profesional dan proposional. Mengingat para nasabah belum mendapat kepastian penanganannya.
Sekadar tahu saja, para nasabah itu melaporkan Ester Pauli Larasati (ex karyawan Reliance), Hosea Nicky Hogan (Presdir Reliance), dan Hendri Budiman (Direktur PT Magnus Capital).
Adapun Magnus Capital bertindak selaku kustodian yang menampung dana-dana yang ditempatkan para nasabah dalam pembelian obligasi FR0035. Ketiganya kami laporkan atas dugaan penipuan, penggelapan, dan tindak pidana pencucian uang.
Ketiga belas nasabah itu diantaranya, Tjokro Hadikusumo, Henry Junaedi, Lauw Frans, Alwi Susanto, dan Sutanni yang telah melakukan penempatan dana (investasi) pada Reliance Sekuritas pada kurun waktu November 2014-Juli 2015.
Saat itu para korban, lanjut Triyanto, dihubungi oleh Tim Marketing dari Divisi Wealth Management Reliance yang menawarkan adanya produk keuangan baru Reliance dengan jaminan obligasi pemerintah FR0035. Sekadar tahu saja, dengan adanya jaminan ini, maka apabila Relinace gagal bayar pada tanggal jatuh tempo, maka investasi tersebut akan dibayar/dikembalikan dengan menggunakan obligasi tersebut sejumlah uang yang diinvestasikan.
Tak ayal, hal tersebut membuat para korban selaku investor merasa sangat aman untuk membeli produk yang dipasarkan tersebut. Terlebih diiming-iming dengan adanya bunga diskonto yang diterima para nasabah yang besarannya bervarisasi berkisar 10%-12,5% per tahun yang dibayar dimuka pada saat investor menanamkan dananya.
Atas hal tersebut, kerugian yang dialami 13 korban itu mencapai Rp 31,16 miliar. Di mana pada saat tanggal jatuh tempo sekitar Desember 2015, dana-dana yang ditempatkan oleh para korban tidak dapat dicairkan. Bahkan saat dihubungi secara sendiri-sendiri oleh para korban, Larasati justru hanya menjawab Reliance tengah mengalami masalah keuangan sehingga belum dapat mencairkan dana-dana milik nasabah.
Alasannya terdapat penarikan dana besar-besaran saat itu. Tapi para korban tetap meminta agar dana-dana yang telah jatuh tempo dapat dicairkan. Terlebih saat itu Larasati berjanji untuk membantu pencairan dana tersebut. Dengan begitu, pihaknya menginginkan hadanya penyelidikan dan penyidikan sesuai dengan hukum yang berlaku.
"Yang pasti kami ingin tahu kemana, dana para korban mengalir, dan pastinya para korban ingin uangnya kembali," tutur Pujiati.
Apalagi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas keuangan telah memberikan sanksi kepada para terlapor dengan harus bertanggung jawab dalam permasalahan ini. Akan tetapi hingga saat ini belum ada kepastian penyelesaian terhadap pengembalian dana-dana para korban.
Sehinga menurutnya, para terlapor itu melanggar Pasal 372 KUHP dan 378 KUHP Jo Dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diatur dan dimaksud Pasal 3 Jo Pasal 5 Jo. Pasal 66 UU No.8/2010.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News