Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Dessy Rosalina
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Korban pembeli obligasi FR0035 meminta Bareskrim Polri untuk menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam proses penyelidikan.
Hal tersebut dimaksud untuk mengetahui secara terang benderang, kemana aliran dana dari investasi obligasi para korban. "Kami meminta Bareskrim segera gandeng PPATK untuk melacak aliran danannya," ungkap salah satu korban Alwi Susanto kepada KONTAN, Selasa (7/11).
Sebab, dirinya mengklaim telah memiliki info valid adanya aliran dana ke Reliance terkait investasi tersebut. "Reliance terima puluhan miliar dari eks karyawannya Ester Pauli Larasati dari hasil penjualan FR0035," tambahnya.
Adapun hal tersebut akan ia jadikan bukti ke kepolisian. Sekadar tahu saja, Kamis pagi, Alwi bersama-sama dengan kuasa hukumnya T. Triyanto melaporkan Ester Pauli Larasati (eks karyawan Reliance), Hosea Nicky Hogan (Presdir Reliance), dan Hendri Budiman (Direktur PT Magnus Capital) ke Bareskrim Polri atas dugaan penipuan, penggelapan, dan tindak pidana pencucian uang.
Alwi bilang, dalam laporannya ini terdapat 12 korban lainnya yang bernasib sama, diantaranya Tjokro Hadikusumo, Henry Junaedi, Lauw Frans, dan Sutanni. Keseluruhannya telah melakukan penempatan dana (investasi) pada Reliance Sekuritas pada kurun waktu November 2014-Juli 2015.
Saat itu para korban, lanjut Triyanto, dihubungi oleh Tim Marketing dari Divisi Wealth Management Reliance yang menawarkan adanya produk keuangan baru Reliance dengan jaminan obligasi pemerintah FR0035.
Sekadar tahu saja, dengan adanya jaminan ini, maka apabila Relinace gagal bayar pada tanggal jatuh tempo, maka investasi tersebut akan dibayar/dikembalikan dengan menggunakan obligasi tersebut sejumlah uang yang diinvestasikan.
Sementara, Magnus Capital bertindak selaku kustodian yang menampung dana-dana yang ditempatkan para nasabah dalam pembelian obligasi FR0035. Tak ayal, hal tersebut membuat para korban selaku investor merasa sangat aman untuk membeli produk yang dipasarkan tersebut.
Terlebih diiming-iming dengan adanya bunga diskonto yang diterima para nasabah yang besarannya bervarisasi berkisar 10% s.d 12,5 % per tahun yang dibayar dimuka pada saat investor menanamkan dananya.
Atas hal tersebut kerugian yang dialami 13 korban tersebut itu mencapai Rp 31,16 miliar. Yangmana, pada saat tanggal jatuh tempo sekitar Desember 2015 dana-dana yang ditempatkan oleh para korban tidak dapat dicairkan.
Bahkan saat dihubungi secara sendiri-sendiri oleh para korban, Larasati justru hanya menjawaban Reliance tengah mengalami masalah keuangan sehingga belum dapat mencairkan dana-dana milik nasabah.
Alasannya terdapat penarikan dana besar-besaran saat itu. Tapi para korban tetap meminta agar dana-dana yang telah jatuh tempo dapat dicairkan. Terlebih saat itu Larasati berjanji untuk membantu pencairan dana tersebut. Dengan begitu, pihaknya menginginkan adanya penyelidikan dan penyidikan sesuai dengan hukum yang berlaku.
"Yang pasti kami ingin tahu kemana, dana para korban mengalir, dan pastinya para korban ingin uangnya kembali," tutur Triyanto.
Apalagi, telah adannya putusan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas keuangan telah memberikan sanksi kepada para terlapor dengan harus bertanggungjawab dalam permasalahan ini. Akan tetapi hingga saat ini belum ada kepastian penyelesaian terhadap pengembalian dana-dana para korban.
Dalam laporannya, para terlapor diduga melakukan tindak pidana sebagaimana diatur Pasa 372 KUHP dan 378 KUHP Jo Pasal 3 Jo. Pasal 4 JoPasal 5 Jo. Pasal 6 UU No.8/2010.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News