Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Komite Pengawas (Oversight Committee) Pelindo II menyatakan kesiapannya untuk memberikan keterangan kepada Pansus Pelindo II terkait perpanjangan konsesi Jakarta International Container Terminal (JICT).
“Saya siap untuk dipanggil dan memberikan keterangan, karena memang tugas saya sebagai pengawas. Kalau orang mau tahu soal Pelindo II, ya panggil pengawasnya. Sekarang ini justru public opinionnya sepertinya mau diarahkan ke satu pihak,” kata Lin Che Wei, salah satu anggota komite pengawas Pelindo II, Senin (23/11) kemarin.
Ia juga mengatakan bahwa, jika ingin mendapatkan informasi yang seimbang, memang sudah seharusnya memanggil Komite Pengawas dan juga Komisaris Pelindo II. Karena secara prosedur tidak ada yang dilanggar dalam proses perpanjangan konsesi JICT,” ujarnya.
Komite Pengawas juga menekankan agar proses perpanjangan kontrak dilakukan secara transparan dan memberikan hasil yang terbaik untuk Pelindo II.
“Kami mengingatkan Pelindo agar mendapatkan harga optimum, dan harus ditawarkan secara baik. Pertimbangan dan concern Pelindo waktu itu adalah keberlangsungan pembangunan. Dan kami juga ingin menjaga agar pembangunan pelabuhan lain terlaksana dengan baik,” katanya.
Perpanjangan konsesi JICT dinilai telah berjalan secara transparan dan memberikan keuntungan yang paling optimal bagi kepentingan Pelindo II dan Indonesia.
Sebagai contoh, kepemilikan saham Pelindo II di JICT kini menjadi mayoritas (51%). Pelindo juga mengantongi pendapatan dari sewa JICT senilai US$ 85 juta, naik dua kali lipat daripada kontrak sebelumnya. Pelindo II juga tidak perlu membayar biaya technical know how sampai tahun 2019 yang besarnya mencapai US$ 41,3 juta. Dari perpanjangan ini, Pelindo II mendapat pembayaran uang muka senilai US$ 215 juta yang dapat digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur pelabuhan lainnya.
Anggota Komite Pengawas Pelindo II lainnya, Faisal Basri juga meminta kepada Pansus Pelindo II untuk memanggil Komite Pengawas dan Komisaris Pelindo II.
"Agar keadilan dan keterbukaan yang disuarakan pansus di DPR sejalan dengan semangat transparansi dan anti korupsi, Pansus harus memanggil dan meminta keterangan Komisaris Utama dari Pelindo II Tumpak Panggabean, mantan Ketua KPK,” kata Faisal pekan lalu.
Menurut Faisal, jika memang Pansus memiliki niat serius dan profesional maka orang-orang di OC Pelindo II seperti Erry Riyana Hardjapamekas dan Komisaris Pelindo II harus dipanggil. Mereka sebaiknya dimintai keterangan dalam hal persetujuan perpanjangan kerja sama layanan antara Pelindo II dan Hutchison Port Holding (HPH) untuk pengelolaan terminal JICT.
"Sejauh ini yang dipanggil Pansus justru mantan Komisaris Pelindo II yang tidak memiliki kompetensi dalam masalah tersebut," kata dia.
Faisal mengatakan, pembentukan Komite Pengawas lazimnya hanya dilakukan oleh perbankan mengingat tingginya risiko di industri tersebut. Namun, inisiatif Pelindo II membentuk Komite Pengawas dalam proses perpanjangan kontrak JICT menjadi bukti komitmen BUMN itu untuk menjalankan tata kelola perusahaan yang baik.
Komite Pengawas Pelindo II dibentuk pada 1 Februari 2013. Tugasnya adalah menilai kontrak baru HPH untuk pengelolaan JICT.
Komite ini beranggotakan sejumlah tokoh independen. Ketua Komite Pengawas Pelindo II dipimpin oleh mantan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas beranggotakan mantan pimpinan KPK Chandra M. Hamzah, analis finansial senior Lin Che Wei, Ketua Dewan Pengurus Transparansi Internasional Indonesia (TII) Natalia Soebagjo hingga pengacara senior di bidang finansial, pasar modal dan pembangunan infrastruktur Ahmad Fikri Assegaf dan pengamat ekonomi Faisal Basri.
“Kalau Pansus masih yakin Pelindo II bermasalah, sama saja menuding orang-orang yang selama ini bergerak untuk melawan korupsi dan memperjuangkan keterbukaan, tutup mata. Ibu Ketua Pansus itu kan kawan mas Teten Masduki yang aktivis TII. Kawan kami juga," ucap Faisal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News