Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo
Indroyono mengatakan upaya pencegahan karhutla ini juga didukung anggota APHI yang berkontribusi menekan karhutla dan mengurangi titik api (hotspot) sampai dengan bulan Mei 2020 ini.
“Terima kasih kepada KLHK dan BPPT serta instansi terkait lainnya, atas langkah dan upaya untuk mengurangi hot spot melalui rekayasa hujan dengan aplikasi TMC. APHI dan anggotanya mendukung penuh upaya tersebut, khususnya untuk mempertahankan kebasahan lahan gambut ,” jelas Indroyono.
Baca Juga: Kementan: Ada 2,78 juta ha lahan sawit rakyat yang berpotensi diremajakan
Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca BPPT, Tri Handoko Seto menambahkan aplikasi teknologi modifikasi cuaca paling tepat dilakukan pada saat periode peralihan musim hujan ke musim kemarau karena pada periode tersebut bibit awan masih banyak. Dalam konteks ini, keberhasilan hujan buatan ini tentunya juga tidak terlepas dari ketergantungan terhadap ketersediaan awan.
“Artinya jika awannya banyak, kita juga akan dapat menginkubasi lebih banyak dan otomatis akan menghasilkan hujan yang lebih banyak juga, begitupun sebaliknya. Disinilah pentingnya rekomendasi BMKG” ujar Seto.
Sebagai bagian dari kerja sama dengan KLHK untuk mendukung upaya pembuatan hujan buatan di pulau Sumatera, BPPT telah menyiapkan 28 ton garam NaCl sebagai bahan semai selama 19 hari mulai 13-31 Mei 2020 di provinsi Riau dan mulai tanggal 2 Juni akan dilanjutkan selama 15 hari di Sumsel.
Menurut Seto, operasi penerapan TMC untuk Provinsi Riau ini merupakan kelanjutan dari operasi yang dilaksanakan 11 Maret sampai 2 April 2020.
Baca Juga: Di tengah wabah covid-19, FJS dan Gapki beri santunan ke anak yatim
”Sampai dengan tanggal 25 Mei, total penerbangan untuk misi TMC mencapai 22 jam, dengan penggunaan bahan semai sebanyak 8,8 ton. Aplikasi TMC ini menghasilkan 33,8 juta m3 air hujan , dan hasilnya dalam beberapa hari terakhir tidak terpantau ada hotspot di wilayah Riau,” kata Seto.
Lebih lanjut Seto menjelaskan bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) ini amat berguna untuk aplikasi kehidupan sehari-hari yang bergantung pada faktor alam/cuaca.
Seto menyatakan TMC bisa diaplikasikan untuk mitigasi bencana banjir seperti yang dilakukan di wilayah Jabodetabek, selain itu juga terbukti dapat mencegah dan mengatasi karhutla, pengisian waduk untuk sarana irigasi dan pembangkit listrik, membasahi lahan gambut, serta mengatasi masalah kekeringan.
Terkait karhutla, lanjut Seto, aplikasi TMC semakin efektif jika didukung upaya – upaya pencegahan dan pemadaman secara kolaboratif oleh para pihak di tingkat tapak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News