kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,08   6,68   0.74%
  • EMAS1.354.000 1,65%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KLHK bersama BPPT lakukan rekayasa hujan untuk cegah karhutla di puncak musim panas


Kamis, 04 Juni 2020 / 14:45 WIB
KLHK bersama BPPT lakukan rekayasa hujan untuk cegah karhutla di puncak musim panas
ILUSTRASI. Kebakaran hutan. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan (KLHK) bersama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), BMKG, TNI AU, dan mitra kerja melaksanakan rekayasa hujan melalui  Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di puncak musim panas. 

Berdasarkan prediksi BMKG, musim panas akan mencapai puncaknya pada periode Juni hingga Agustus 2020. Rekayasa hujan melalui TMC dilakukan karena melihat mayoritas Titik Pemantauan Tinggi Muka Air Tanah (TP-TMAT) lahan gambut di Provinsi Riau, telah menunjukkan pada level siaga bahkan bahaya.

Baca Juga: Ini upaya KLHK kendalikan kebakaran hutan dan lahan

“Saya mendapat laporan, volume air hujan alami ditambah hasil upaya rekayasa hujan/hujan buatan yang dilakukan beberapa hari  ini  telah menambah tinggi muka air tanah gambut di Riau naik ke level aman," jelas Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya dalam keterangan tertulis, Kamis (4/6). 

Adapun Siti nupaya antisipasi ini guna mencegah terjadinya karhutla  karena gambut kering sangat mudah terbakar dan sangat sulit dipadamkan. Siti meminta kepada kalangan dunia usaha untuk bekerja sama melakukan transfer teknologi gambut khususnya untuk teknologi pemantauan tinggi muka air tanah pada lahan gambut. 

Sebagai informasi, berdasarkan pantauan satelit NOAA, dari Januari hingga awal Mei 2020 terdapat 25 hotspot, (terjadi penurunan 94%) dibandingkan periode yang sama tahun 2019 lalu sebanyak 420 hotspot. 

Sedangkan jika menggunakan data satelit Terra Aqua, hotspot periode Januari hingga April 2020 sebanyak 746 titik api atau terjadi penurunan hotspot 440 titik (37,1%) dari data hotspot tahun 2019 lalu sebanyak 1.186 titik dengan confidence level = 80%. 

Baca Juga: Pengusaha perhutanan sudah siapkan strategi pasca covid-19, apa saja itu?

Khusus untuk Provinsi Riau, jumlah hotspot tanggal 1 Januari-20 Mei 2020, tercatat 271 titik dengan confident 80-100 %. Jumlah ini menurun bila dibandingkan pada periode sama tahun lalu yang mencapai 503 titik. 

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Indroyono Soesilo, mengapresiasi upaya bersama untuk  mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) khususnya di lahan gambut. 

Indroyono mengatakan upaya pencegahan karhutla ini juga didukung anggota APHI  yang  berkontribusi menekan karhutla dan mengurangi titik api (hotspot) sampai dengan bulan Mei 2020 ini. 

“Terima kasih kepada KLHK dan BPPT serta instansi terkait lainnya, atas langkah dan upaya untuk mengurangi hot spot melalui rekayasa hujan dengan aplikasi TMC.  APHI dan anggotanya mendukung penuh upaya tersebut, khususnya untuk mempertahankan kebasahan lahan gambut ,” jelas Indroyono.

Baca Juga: Kementan: Ada 2,78 juta ha lahan sawit rakyat yang berpotensi diremajakan

Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca BPPT, Tri Handoko Seto menambahkan aplikasi teknologi modifikasi cuaca paling tepat dilakukan pada saat periode peralihan musim hujan ke musim kemarau karena pada periode tersebut bibit awan masih banyak. Dalam konteks ini, keberhasilan hujan buatan ini tentunya juga tidak terlepas dari ketergantungan terhadap ketersediaan awan. 

“Artinya jika awannya banyak, kita juga akan dapat menginkubasi lebih banyak dan otomatis akan menghasilkan hujan yang lebih banyak juga, begitupun sebaliknya. Disinilah pentingnya rekomendasi BMKG” ujar Seto.

Sebagai bagian dari kerja sama dengan KLHK untuk mendukung upaya pembuatan hujan buatan di pulau Sumatera, BPPT telah menyiapkan 28 ton garam NaCl sebagai bahan semai  selama 19 hari mulai 13-31 Mei 2020 di provinsi Riau dan mulai tanggal 2 Juni  akan dilanjutkan  selama 15 hari di Sumsel. 

Menurut Seto, operasi penerapan TMC untuk Provinsi Riau ini merupakan kelanjutan dari  operasi yang dilaksanakan 11 Maret sampai 2 April 2020.

Baca Juga: Di tengah wabah covid-19, FJS dan Gapki beri santunan ke anak yatim

”Sampai dengan tanggal 25 Mei, total  penerbangan untuk misi TMC  mencapai  22 jam, dengan penggunaan bahan semai sebanyak 8,8 ton. Aplikasi  TMC ini menghasilkan 33,8 juta m3 air hujan , dan hasilnya dalam beberapa hari  terakhir tidak terpantau ada hotspot di wilayah Riau,” kata Seto.   

Lebih lanjut Seto menjelaskan bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) ini amat berguna untuk aplikasi kehidupan sehari-hari yang bergantung pada faktor alam/cuaca. 

Seto menyatakan TMC bisa diaplikasikan untuk mitigasi bencana banjir seperti yang dilakukan di wilayah Jabodetabek, selain itu juga terbukti dapat mencegah dan mengatasi karhutla, pengisian waduk untuk sarana irigasi dan pembangkit listrik, membasahi lahan gambut, serta mengatasi masalah kekeringan.  

Terkait karhutla, lanjut Seto, aplikasi TMC semakin efektif jika didukung  upaya – upaya pencegahan dan pemadaman secara kolaboratif oleh para pihak di tingkat tapak. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×