Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo, mengimbau pemerintah untuk mempertimbangkan dengan cermat dampak dari kenaikan pajak hiburan terhadap industri hiburan.
Dia menekankan perlunya melakukan kajian mendalam dan dialog intensif dengan para pelaku usaha hiburan guna mencari solusi terbaik yang dapat menjaga keseimbangan antara kepentingan fiskal negara dan kelangsungan usaha para pengusaha hiburan.
Rudy Salim, pemilik club PHANTOM – PIK 2 bersama Raffi Ahmad, telah bertemu dengan Bambang Soesatyo dan menyampaikan aspirasinya.
Menurutnya, kenaikan pajak hiburan yang signifikan dapat memberikan dampak negatif terhadap industri hiburan. Selain memberatkan para pelaku usaha, kenaikan tersebut berpotensi menyebabkan peningkatan harga tiket masuk, penurunan daya beli masyarakat, dan bahkan dapat berdampak pada kelangsungan usaha pelaku industri hiburan.
Baca Juga: Duh! Setoran Pajak Kripto Merosot Saat Harga Bitcoin Melonjak
Rudy Salim dan Raffi Ahmad, sebagai perwakilan pengusaha hiburan dan pemilik tempat hiburan "PHANTOM", menyampaikan keberatan terhadap kebijakan ini. Mereka berpendapat bahwa hal tersebut dapat menghambat pertumbuhan industri hiburan di Tanah Air.
Sebelumnya, Hotman Paris Hutapea dan Inul Daratista juga telah memprotes kenaikan pajak hiburan ini, dengan menilai bahwa hal tersebut akan merugikan pengusaha dan masyarakat secara umum.
Bambang Soesatyo menyoroti perlunya membuka ruang dialog yang lebih luas melibatkan semua pihak terkait, agar suara para pelaku usaha hiburan dapat didengar dengan baik dalam proses pengambilan keputusan.
"Hal ini diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang lebih mempertimbangkan berbagai aspek dan kepentingan yang ada," ujarnya dalam keterangannya, Minggu (21/1).
Baca Juga: Diprotes Pengusaha, Pemerintah Segera Keluarkan Surat Edaran Soal Pajak Hiburan
Bambang Soesatyo menjelaskan bahwa dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) pasal 58 ayat 2, tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan, seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen. Kenaikan ini telah menimbulkan kontroversi di kalangan pelaku usaha hiburan.
Bambang Soesatyo membandingkan tarif pajak hiburan di Indonesia dengan negara lain, khususnya Thailand, yang hanya menerapkan pajak hiburan sebesar 5% untuk menarik wisatawan. Dia menyoroti langkah-langkah Thailand yang memotong pajak minuman beralkohol dan tempat hiburan untuk meningkatkan pariwisata.
Dikhawatirkan bahwa tingginya pajak hiburan di Indonesia dapat mengurangi daya tarik negara ini dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Amerika Serikat (Chicago).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News