kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.871.000   -23.000   -1,21%
  • USD/IDR 16.420   -15,00   -0,09%
  • IDX 7.095   -46,49   -0,65%
  • KOMPAS100 1.030   -10,30   -0,99%
  • LQ45 803   -9,10   -1,12%
  • ISSI 223   -2,38   -1,06%
  • IDX30 419   -4,71   -1,11%
  • IDXHIDIV20 502   -8,79   -1,72%
  • IDX80 116   -1,49   -1,27%
  • IDXV30 119   -2,82   -2,32%
  • IDXQ30 138   -1,77   -1,27%

Ketua Banggar DPR Soroti Kebijakan Ekonomi Makro 2026, Beri Catatan Ini ke Pemerintah


Selasa, 20 Mei 2025 / 17:19 WIB
Ketua Banggar DPR Soroti Kebijakan Ekonomi Makro 2026, Beri Catatan Ini ke Pemerintah
ILUSTRASI. Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah mengapresiasi pemaparan pemerintah mengenai indikator ekonomi makro 2026 yang menargetkan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,2%–5,8%, inflasi 1,5%–3,5%, nilai tukar rupiah Rp 16.500–Rp 16.900 per dolar AS,


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah memberikan catatan kritis terhadap paparan pemerintah dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026 yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Sidang Paripurna DPR, Selasa (20/5).

Dalam keterangannya, Said mengapresiasi pemaparan pemerintah mengenai indikator ekonomi makro 2026 yang menargetkan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,2%–5,8%, inflasi 1,5%–3,5%, nilai tukar rupiah Rp 16.500–Rp 16.900 per dolar AS, hingga lifting minyak bumi 600.000–605.000 barel per hari.

Namun, Said memberikan beberapa catatan yang perlu menjadi perhatian penting bagi pemerintah.

Said menekankan pentingnya pemerintah mempertimbangkan kondisi ekonomi global yang penuh tantangan, termasuk dampak perang tarif dan kebijakan proteksionis yang tengah mengguncang tatanan perdagangan internasional.

Said menyebut, pemerintah perlu mendorong kerja sama internasional untuk menanggulangi praktik tarif sepihak dan membangun kembali komitmen global atas perdagangan yang adil dan berbasis aturan.

"Pemerintah perlu menggalang organisasi internasional untuk mengoreksi praktik pengenaan tarif sepihak yang dibalas dengan retaliasi," ujar Said dalam keterangannya, Selasa (20/5).

Baca Juga: APBN 2026 Lebih Moderat, Pemerintah Main Aman di Tengah Risiko Global

Said juga menyoroti risiko shortfall penerimaan pajak akibat harga komoditas yang melemah, penurunan daya saing pabrikan, serta melemahnya konsumsi rumah tangga. 

Ia meminta pemerintah menetapkan target pendapatan negara yang realistis namun tetap optimistis. Antara lain melalui ekstensifikasi perpajakan di sektor cukai, minerba, dan digital.

Pasalnya, pendapatan negara menjadi pilar penting untuk memastikan penganggaran berbagai program strategis. Termasuk untuk pemenuhan kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang yang jatuh tempo di tahun depan yang sangat besar.

Ia juga mengingatkan pentingnya kesiapan implementasi core tax system agar tidak menimbulkan kebingungan di kalangan wajib pajak serta memastikan keamanan dan efisiensi sistem perpajakan nasional.

Dalam hal ketahanan pangan dan energi, Said menilai, implementasi program yang sudah lama dicanangkan belum berjalan optimal. Ia mengkritik masih tingginya ketergantungan pada impor bahan pangan dan energi.

"Alih alih menyudahi impor pangan, sektor pertanian kita malah terdisrupsi dari sisi lahan dan tenaga kerja, serta adaptasi teknologi yang terlambat," katanya.

Tidak hanya itu, Said menilai, salah satu agenda penting yang kurang maksimal dari program ketahanan adalah program redistribusi lahan. 

Menurutnya, pemerintah perlu melanjutkan program redistribusi lahan 4,5 juta hektare untuk petani dan perkebunan rakyat, menyiapkan tenaga kerja terampil pedesaan untuk pengelolaan redistribusi lahan, dan dukungan teknologi terapan pada sektor pertanian yang termutakhir untuk mendorong efisiensi produksi.

Di sektor energi, ia mendorong kelanjutan pembangunan lima kilang minyak nasional, termasuk kilang petrokimia di Tuban yang sempat tersendat. Ia juga mendorong peningkatan kontribusi energi baru dan terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional.

Said juga menyoroti melemahnya sektor industri sebagai tulang punggung penciptaan lapangan kerja formal. Ia menyesalkan penurunan jumlah kelas menengah dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada 2024, atau turun sekitar 9,48 juta orang.

Oleh karena itu, pemerintah perlu merevitalisasi sektor industri dengan menyiapkan ekosistem industri yang menopangnya seperti tenaga kerja, dukungan pendanaan, riset dan pengembangan teknologi, serta dukungan fiskal. 

Lebih dari itu, pemerintah perlu menjadikan kekayaan sumber daya alam sebagai bahan baku penopang produk produk industri dalam negeri untuk menghasilkan produk manufaktur yang memenuhi rantai pasok global.

Baca Juga: Sri Mulyani: Efisiensi Masih Jadi Pertimbangan Penyusunan Anggaran Belanja pada 2026

Di sisi lain, Said menilai bahwa target sosial dalam KEM-PPKF 2026 seperti pengangguran 4,44%–4,96% dan gini rasio 0,377–0,380 masih terlalu moderat, mengingat pemerintah merancang berbagai program strategis tahun depan. 

Dengan angka tersebut, menunjukkan bahwa pemerintah tidak ada target yang baik untuk menambah lapangan kerja bagi para pengangguran dan pengurangan kesenjangan sosial.

"Dengan serangkaian kedelapan program strategis yang dicanangkan di tahun 2026, harusnya pemerintah bisa lebih progresif dalam pencapaian target penurunan pengangguran," imbuhnya.

Selanjutnya: Respons Gojek, Grab, Maxim dan inDrive Terkait Potongan Aplikasi Ojek Online

Menarik Dibaca: Indo Premier Luncurkan IPOT Bond, Jual Obligasi Langsung ke Investor Ritel

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Digital Marketing for Business Growth 2025 : Menguasai AI dan Automation dalam Digital Marketing

[X]
×