kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -4.000   -0,26%
  • USD/IDR 16.195   5,00   0,03%
  • IDX 7.164   1,22   0,02%
  • KOMPAS100 1.070   0,97   0,09%
  • LQ45 838   0,57   0,07%
  • ISSI 216   -0,45   -0,21%
  • IDX30 430   0,42   0,10%
  • IDXHIDIV20 516   -1,25   -0,24%
  • IDX80 122   0,37   0,31%
  • IDXV30 126   -0,52   -0,42%
  • IDXQ30 143   -0,58   -0,40%

Banggar DPR Beberkan Upaya Meraih Peluang Ekonomi di Tahun 2025


Kamis, 02 Januari 2025 / 13:57 WIB
Banggar DPR Beberkan Upaya Meraih Peluang Ekonomi di Tahun 2025
ILUSTRASI. Badan Anggaran (Banggar) DPR RI memberikan beberapa rekomendasi upaya untuk meraih peluang ekonomi pada tahun 2025.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Anggaran (Banggar) DPR RI memberikan beberapa rekomendasi upaya untuk meraih peluang ekonomi pada tahun 2025.

Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah mengatakan bahwa dari seluruh proyeksi lembaga Internasional terhadap ekonomi makro pada tahun 2025 tidak berbeda jauh dengan target APBN 2025.

Kendati begitu, Said mengingatkan bahwa pemerintah tidak boleh terlena atas angka proyeksi tersebut.

Baca Juga: Penghujung Akhir Tahun 2024, PMI Manufaktur Kembali Bergairah ke Level 51,2

"Sebab proyeksi bisa saja berubah bila dinamika ekonomi nasional dan global berubah drastis," ujar Said dalam keterangan resminya, Kamis (2/1).

Oleh karena itu, perlu mulai diperhitungkan langkah-langkah persiapan dini untuk memberikan lompatan penting bagi perekonomian nasional dan menghadapi tantangan pada tahun 2025.

Pertama, Said menyebut bahwa kemuningkinan dunia akan dihadapkan perang tarif. Misalnya China dihadapkan perang ekonomi secara multifront, perang tarif dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Uni Eropa bahkan telah memberlakukan bea masuk 43% mobil listrik dari China. Amerika Serikat juga akan memberlakukan tarif masuk ke Meksiko dan Kanada atas barang ekspor untuk meredam imigran, dan peredaran narkotika. 

Tidak hanya itu, Said menyebut bahwa Amerika Serikat juga akan mengenakan tarif ekspor dari negara negara yang melakukan dedolarisasi, seperti Tiongkok dan negara negara BRICS. 

Menurutnya, jika perang tarif ini semakin meruncing di tahun ini, maka Indonesia akan terkena spillover effect, bisa negatif namun juga positif. 

Negatifnya adalah ketidakpastian bisnis global makin tinggi dan biaya ekspor bisa berpotensi semakin tinggi. 

Baca Juga: Berharap Pembatalan Kenaikan Tarif PPN Mendorong Ekonomi

"Namun bila Indonesia bisa menggantikan produk produk impor yang dibutuhkan kedua negara, maka peluang ekspor Indonesia akan besar. Dengan demikian, pemerintah dan eksportir harus membaca situasi ini sebagai peluang emas kedepan," katanya.

Kedua, Said menyebut bahwa perekonomian China

 yang menjadi mitra dagang terbesar Indonesia mengalami penurunan. Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi China 2025 di kisaran 4,5%, perkiraan ini lebih rendah dari prediksi pertumbuhan China di tahun 2024 sebesar 4,8%.

Jika perekonomian China makin melambat karena produk ekspor globalnya terpukul, maka dampaknya juga akan terasa terhadap produk ekspor Indonesia ke China. 

Oleh karena itu, pemerintah perlu menyiapkan mitigasi risiko atas menurunnnya perekonomian China, semisal mencari negara lain sebagai pengganti ekspor ke China yang menurun.

Ketiga, Said mengatakan bahwa perang tarif bisa berdampak pada depresiasi dolar AS terhadap rupiah. Belajar perang tarif China dan AS tahun 2018 lalu, banyak pelaku pasar lebih menyalakan tombol risk on, artinya menggenggam dolar AS yang lebih low risk ketimbang mata uang lainnya. 

Jika situasi ini terulang, maka Indonesia harus bersiap sejak dini untuk memperkuat sistem moneternya.

Said mengapresiasi Bank Indonesia atas upayanya menggunakan triple intervention di pasar spot, swap, dan DNDF untuk memperkuat rupiah, termasuk penggunaan underlying pembelian dolar AS dan rencana kebijakan debt switch/reprofiling.

Baca Juga: PPN 12% Hanya Barang Mewah, Angin Segar untuk Ekonomi Indonesia di 2025

Menurut Said, bisa jadi efek penguatan dolar AS akan berlangsung lama jika perang tarif berkepanjangan. Untuk itu, Indonesia harus memanfaatkan diplomasi perdagangan internasional untuk membuat tata perdagangan dunia lebih adil, setidaknya tidak merugikan kepentingan nasional Indonesia. 

"Sedangkan didalam negeri BI, OJK dan pemerintah perlu mengatur lebih ketat lagi atas devisa hasil ekspor untuk kepentingan nasional," katanya.

Keempat, di dalam negeri, Indonesia menghadapi penurunnya kelas menengah dan konsumsi rumah tangga. Said berpendapat, menurunnya kelas menengah akan menjadi ancaman bagi upaya Indonesia atas posisinya saat ini di upper middle income country. Sementara menurunnya daya beli akan menjadi sumbangan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Dalam hal ini, pemerintah bisa mengombinasikan program makan siang bergizi gratis untuk siswa guna meningkatkan gizi anak, sekaligus menggerakan ekonomi UMKM. 

"Libatkan para pelaku UMKM dalam rantai pasok makan bergizi gratis," katanya.

Menurutnya, langkah tersebut akan berdampak multiplayer ekonomi, sebab sektor UMKM akan menyerap produk produk petani dan peternak. Apalagi sektor UMKM menopang tenaga kerja terbesar di Indonesia.

Kelima, data Badan Pusat Statistik memperlihatkan kontribusi industri pengolahan nonmigas terhadap PDB pada 2014 sebesar 21,28% dan pada tahun 2023 kontribusinya menyusut 18,67% atau Rp 3.900 triliun dari total PDB atas harga berlaku mencapai Rp 20.892 triliun. 

Banyak pihak menilai Indonesia mengalami deindustrialisasi. Meskipun angka statistik menunjukkan penurunan, namun peluang industri manufaktur kita bangkit sangat besar sekali. 

"Sebab jika industri manufaktur tumbuh, saya berkeyakinan, kelas menangah juga akan tumbuh sejalan dengan program industrialisasi, sebab kelas menangah bisa menjadi tenaga kerja yang adaptif untuk menopang kebutuhan industri," terang Said.

Menjawab tantangan tersebut,  Said mengatakan bahwa peluang yang bisa ditempuh oleh pemerintah untuk membangkitkan industri manufaktur, dan mendorong kembali tumbuhnya kelas menangah hanya dengan perluasan program hilirisasi, yang saat ini masih di sektor nikel.

Dalam hal ini, perluasan hilirisasi bisa merambah ke bahan tambang selain nikel, perkebunan, pertanian, dan kehutanan, terutama yang menjadi kebutuhan rantai pasok global.

Keenam, Said mengatakan bahwa selama 10 tahun Presiden ke-7 Jokowi telah membangun infrastruktur diseluruh pelosok negeri, bahkan DPR mendukung disahkannya Undang Undang Cipta Kerja untuk menyelesaikan hambatan ekonomi. 

Ia berpendapat, seharusnya dukungan infrastruktur dan UU Ciptaker menopang turunnya angka Incremental Output Rasio (ICOR).  Namun dua tahun berturut turut ICOR Indonesia tertahan di angka 6, dan tertinggi dibandingkan negara peers. 

Jika ditelisik atas tingginya ICOR, dan dikaitkan dengan laporan The Economist menunjukkan masih tingginya praktik korupsi, dan problem struktural seperti ketidakefisienan birokrasi dan perizinan. 

Dengan demikian, Indonesia memiliki peluang menurunkan ICOR jika berhasil membereskan hambatan ekonomi, seperti korupsi, dan memberikan pesan yang jelas kepada investor dan pelaku pasar tentang arah kebijakan perekonomian lima tahun kedepan. 

"Dengan ICOR yang rendah maka produk ekspor Indonesia bisa berdaya saing di pasar global, Menurunnya tingkat korupsi juga menguatkan kepercayaan kepada pemerintah," pungkasnya.

Selanjutnya: Promo Alfamart Paling Murah Sejagat 1-7 Januari 2025, Teh Pucuk Beli 2 Lebih Murah

Menarik Dibaca: Promo Alfamart Paling Murah Sejagat 1-7 Januari 2025, Teh Pucuk Beli 2 Lebih Murah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×