Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Prabowo Subianto ingin membentuk satuan tugas (Satgas) pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini merespon potensi terjadinya PHK imbas penerapan kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS).
Pengamat ketenagakerjaan Timboel Siregar menilai, adanya keinginan pemerintah membuat satgas PHK bisa untuk mencari solusi yang bersifat preventif atau menghindari terjadinya PHK. Namun dengan kondisi saat ini, wibawa dan prestasi kerja pemerintah dinilai sedang tidak baik.
"Saya meragukan kehadiran Satgas PHK. Dari faktor-faktor yang menyebabkan PHK terjadi, sebenarnya bisa dilakukan oleh pemerintah sendiri tanpa kehadiran Satgas PHK," ujar Timboel kepada Kontan, Rabu (9/4).
Baca Juga: KSPN: Agar Tak Jadi Simbolik, Satgas PHK Harus Diberi Taring dan Anggaran
Timboel menyebut rakyat membutuhkan kemauan politik dan upaya riil pemerintah untuk menyelamatkan industri dalam negeri.
Demikian juga pemerintah dituntut untuk meningkatkan kualitas pengawasan dan penegakan hukum bagi perusahaan nakal. Serta berani bertindak tegas untuk menghindari terjadinya PHK dan bisa menghapus biaya ilegal.
"Pemerintah sibuk merespon kebijakan Trump. Sepertinya tidak ada daya upaya lagi selain meminta belas kasihan Trump," ucap Timboel.
Timboel menyebutkan hal yang sebenarnya penting adalah bagaimana pemerintah meningkatkan daya saing produk di pasar lokal maupun di pasar dunia.
Produk di pasar lokal bisa memiliki daya saing bila diperhadapkan pada produk impor. Lalu untuk produk ekspor bisa memiliki daya saing terhadap produk negara-negara lain di suatu negara.
Adapun, daya saing itu fokus minimal di dua isu yaitu kualitas dan harga.
Menurut Timboel, kebijakan Trump harusnya dijadikan momen penurunan suku bunga bagi industri. Serta menghapus biaya-biaya ilegal, memberikan insentif, untuk mendukung daya saing produk dari sisi penciptaan harga.
Lalu untuk mendukung daya saing dari sisi kualitas, pemerintah juga harus mendukung peningkatan SDM pekerja dan akses teknologi bagi industri secara riil.
"Sehingga produk yang dihasilkan memiliki kualitas yg bisa bersaing dgn produk impor maupun produk negara lain," kata Timboel.
Baca Juga: Antisipasi Efek Tarif AS, Prabowo Ingin Bentuk Satgas PHK
Seperti diketahui, pada periode Januari sampai dengan Februari tahun 2025 terdapat 18.610 orang tenaga kerja ter-PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) yang dilaporkan.
Tenaga kerja ter-PHK paling banyak terdapat di Provinsi Jawa Tengah yaitu sekitar 57,37 persen dari jumlah tenaga kerja ter-PHK.
Selanjutnya: Produsen Kebut-Kebutan Tawarkan Motor Listrik Dengan Kemampuan Perjalanan Jauh
Menarik Dibaca: Mau Panjang Umur? Konsumsi 3 Buah Ini Secara Rutin
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News