kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Kereta cepat minta jaminan politik


Sabtu, 30 Januari 2016 / 11:05 WIB
Kereta cepat minta jaminan politik


Reporter: Agus Triyono, Asep Munazat Zatnika, Muhammad Yazid | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Sepekan setelah Presiden Joko Widodo menggelar ground breaking proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (21/1), kontraktor pembangunan kereta ini minta jaminan politik dari Pemerintah Indonesia. Konsorsium pelaksana pembangunan proyek kereta cepat yakni PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) meminta jaminan itu bisa segera dituangkan dalam perjanjian konsesi yang sedang diproses di Kementerian Perhubungan.

Investor takut, rezim berganti, maka konsesi proyek dicabut. "Jaminan politik ini diminta karena kontraktor ingin mendapatkan kepastian hukum," tandas Hanggoro Budi Wiryawan, Direktur Utama KCIC usai sidang di Dewan Perwakilan Daerah (DPD), kemarin (29/1).

Permintaan jaminan politik ini sontak mengejutkan. Pasalnya, saat perjanjian pembangunan mega proyek senilai US$ 5,5 miliar atau Rp 75 triliun, dengan patokan kurs rupiah Rp 13.600 per dollar Amerika Serikat (AS) ini diteken, tak ada kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan China soal jaminan itu.

Menurut Staf Ahli Menteri BUMN Sahala Lumban Gaol, kepastian hukum yang diinginkan kontraktor proyek, salah satunya, menyangkut perubahan aturan yang mungkin berdampak ke konsesi proyek.

"Kalau ada pemutusan konsesi akan ada kompensasi, kalau ada kerugian harus ada kompensasi," kata Sahala, Jumat (29/1).

Salahi kesepakatan awal

Menteri BUMN Rini Soemarno yang hadir di Gedung DPD mewakili pemerintah menjawab pertanyaan anggota DPD itu mengatakan, jaminan yang dimaksud investor adalah jaminan konsesi. Jaminan ini diminta karena izin konsesi dikeluarkan pemerintah.

"Kontraktor tak mau di kemudian hari, ketika investasi triliunan rupiah sudah keluar, tiba-tiba konsesi diubah," kata Rini. Kini, permintaan jaminan ini masih dibicarakan dalam negosiasi dan hingga kini belum ada titik temu antara pemerintah dengan investor China.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Sofyan Djalil mengatakan, sampai saat ini, pemerintah belum bisa memberikan jawaban permintaan kontraktor.

"Jika konsesi diberikan, terus nanti dicabut, ada UU Penanaman Modal sebagai dasar hukum investor," kata Sofyan. Sengketa bisa dilakukan lewat arbitrase.

Mengaku belum mendengar permintaan jaminan itu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan, permintaan jaminan dari pemerintah, dari sisi pendanaan maupun jaminan konsesi, bertentangan dengan perjanjian yang sudah dibuat antara Indonesia dan China.

"Dulu sepakat tak ada dana APBN maupun jaminan pemerintah," katanya. Kata Bambang, proyek ini dapat berlanjut tanpa jaminan politik dan jaminan dana dari pemerintah.

Berbagai masalah dalam pelaksanaan proyek ini membuat Dewan Perwakilan Daerah (DPD) meminta pemerintah mengkaji kembali rencana pembangunan proyek ini. Bahkan ada usulan agar pemerintah membatalkan proyek tersebut.

Dalam Rapat Paripurna DPD yang khusus digelar soal proyek kereta cepat ini, M. Syukur, anggota DPD dari Jambi juga meminta pemerintah menjelaskan tuntas proyek tersebut.

Salah satunya soal tingginya biaya investasi hingga US$ 5,5 miliar untuk proyek sepanjang 142 kilometer itu. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×