Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Inflasi barang impor (imported inflation) turut memberi andil terhadap kinerja inflasi umum Indonesia pada 2022.
Data yang diterima Kontan.co.id dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, andilnya datang dari kenaikan beberapa harga kelompok komoditas dengan bahan baku impor.
Total kontribusi beberapa harga kelompok komoditas dengan bahan baku impor tersebut sekitar 0,027% terhadap inflasi.
Adapun Inflasi indeks harga konsumen (IHK) pada 2022 tercatat 5,51% secara tahunan (yoy). Ini melampaui batas atas kisaran sasaran BI yang sebesar 4% yoy.
Baca Juga: Tahu hingga Mie, Ini Barang Berbahan Baku Impor yang Beri Sumbangan Pada Inflasi
Dengan melihat yang terjadi pada tahun 2022, Kepala BPS Margo Yuwono mengungkapkan, imported inflation memang perlu menjadi perhatian.
Terlebih, ini akan sangat bergantung dari dinamika global. Bila ada kenaikan harga di level global, besar kemungkinan ada transmisi di dalam negeri.
"Bila pasokan atau negara penghasil melakukan restriksi, harga akan menjadi tinggi," tutur Margo kepada Kontan.co.id, Rabu (4/1).
Beberapa barang berbahan baku impor yang memberi andil pada inflasi, yaitu, komoditas pakaian.
Dengan inflasi sebesar 1,39% yoy, komoditas ini memberi andil pada inflasi sebesar 0,059%.
Kemudian ada komoditas tahu mentah yang mencatat inflasi 14,32% yoy, dengan andil 0,051%. Disusul komoditas tempe dengan inflasi 13,88% yoy dan andil 0,05%.
Baca Juga: Pengaruh Inflasi dari Barang Impor pada Tahun 2023 Diproyeksi Tetap Ada
Tempe dan tahu merupakan pangan yang berasal dari kedelai. Nah, kedelai adalah salah satu komoditas yang diimpor oleh Indonesia.
Ada juga komoditas mi kering instan yang pada Desember 2022 mengalami inflasi sebesar 11,98% yoy. Sumbangannya terhadap inflasi sebesar 0,038%.
Selanjutnya, komoditas daging sapi mencatat inflasi 4,62% yoy. Ini memberi sumbangan sebesar 0,027%.
Plus komoditas tepung terigu mencatat inflasi mencapai 23,22% yoy, dengan andil pada inflasi sebesar 0,01%.
Senada dengan Margo, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengungkapkan pergerakan imported inflation perlu menjadi perhatian.
Apalagi, sebagian besar barang yang diimpor oleh Indonesia adalah bahan mentah untuk diolah, yang kemudian produknya dijual di dalam negeri.
Bila harga bahan bakunya saja mengalami peningkatan, khawatirnya harga output barang juga meningkat dan akan memengaruhi tingkat inflasi dalam negeri.
Kabar baiknya, Faisal melihat tekanan inflasi global mulai menurun. Sehingga ini memengaruhi harga barang mentah yang diimpor oleh Indonesia.
Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham Pilihan yang Menarik dari Ajaib Sekuritas untuk Jumat (23/12)
Dengan kondisi ini, harapannya jarak antara inflasi dari sisi suplai dan sisi permintaan akan mengecil, sehingga tekanan imported inflation tak akan sebesar tahun 2022.
Namun baiknya sedia payung sebelum hujan, Faisal tetap mengimbau agar otoritas melakukan upaya untuk menekan dampak imported inflation ke inflasi umum.
Yaitu dengan menjaga pergerakan nilai tukar rupiah. Bila nilai tukar rupiah melemah, maka besar kemungkinan ongkos impor akan meningkat.
Baca Juga: Ekonom: Ada Ruang Kenaikan Suku Bunga Hingga 50 Bps di Semester I-2023
Kemudian, menjaga suplai pangan dalam negeri. Terlebih, sebagian besar suplai pangan Indonesia tak harus impor.
"Inflasi pangan saat ini juga dalam tren menurun, sehingga ini akan membantu menambah dampak inflasi impor untuk pangan," tuturnya.
Lebih lanjut, Faisal memperkirakan inflasi Indonesia pada tahun 2023 akan berada di kisaran 3,60% yoy, atau sudah berada di kisaran sasaran BI yang sebesar 2% yoy hingga 4% yoy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News