Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan sejumlah tarif pada tahun depan dikhawatirkan mengerek inflasi di awal tahun 2023.
Kenaikan tersebut misalnya tarif cukai rokok konvensional sebesar 10%, tarif cukai rokok elektrik sebesar 5%, wacana kenaikan tarif KRL, hingga juga kenaikan tarif BPJS Kesehatan.
Analis Kebijakan Ahli Madya, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Rahadian Zulfadin mengatakan, kenaikan tarif tersebut memang akan berdampak terhadap inflasi. Namun prediksinya tidak akan terlalu besar.
Rahadian mengambil contoh, ketika pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), dampak inflasi yang terasa malah jauh di bawah prediksi BKF. Padahal biasanya kenaikan harga BBM sangat luas baik konsumsi.
Baca Juga: Penerimaan PPN Moncer, Ini Pendorongnya
“Pas BBM naik inflasi kita perkirakan bisa di atas 6,1%. Tapi ternyata sampai sekarang 5,4%. Artinya kenaikan harga BBM domestik yang dampaknya sangat besar terhadap inflasi, itu ternyata realisasinya tidak sebesar yang kita perkriakan,” tutur Rahadian dalam agenda Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rabu (14/12).
Meski begitu, menurutnya pemerintah tidak akan gegabah dalam menaikkan berbagai tarif pada tahun depan, mengingat 2023 merupakan tahun politik. Kalaupun ada, ia menjamin dampaknya akan minim ke inflasi.
Baca Juga: Begini Kata Pengamat Soal Pertumbuhan Pendapatan Negara RI Tertinggi di Asia Tenggara
“Tahun depan itu tahun politik, kemungkinan akan kecil ada kenaikan tarif-tarif, kalaupun ada dampaknya akan kecil ke inflasi. Inflasi kan diukur secara tahunan, jadi kalau misalnya di 2022 ini inflasi sudah tinggi, nanti di semester II tahun depan itukan diukur dari basis yang sangat tinggi, harusnya tahun depan inflasinya lebih rendah,” jelasnya.
Untuk itu, dengan alasan tersebut maka pemerintah menargetkan inflasi di 2023 lebih rendah di kisaran 3,6% yoy. Sehingga inflasi tahun depan bisa lebih terkendali, selain juga tetap waspada karena ada ancaman ekonomi yang melambat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News