Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Undang-Undang Desa pada Rabu kemarin (18/12).
Kementerian Keuangan (Kemkeu) sebagai otoritas bendahara negara mengatakan, implementasi UU ini paling cepat akan diterapkan pada tahun 2015.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Boediarso Teguh Widodo mengatakan, UU desa ini tidak akan bisa terlaksana pada 2014 mendatang karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 sudah diketok. Sehingga, paling cepat akan dimasukkan dalam APBN 2015.
Boediarso menjelaskan, nantinya implementasi dana desa ini pun tidak akan serentak diberikan 10%, melainkan secara bertahap. "Bertahap itu disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara," ujarnya, Rabu (18/12).
Sekadar gambaran, pasal 77 dalam UU Desa ini menyebutkan anggaran desa ditetapkan minimal 10% dari dana transfer daerah dalam APBN. Dana ini di luar dana transfer ke daerah.
Boediarso menegaskan, dana desa ini tidak boleh dimainkan. Sebab, dana yang digelontorkan tidak sedikit.
Dalam APBN 2014, misalnya, dana transfer ke daerah mencapai Rp 592,55 triliun. Jika besarannya 10%, berarti ada sekitar Rp 59,25 triliun dana APBN yang dialirkan ke desa.
Mantan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemkeu ini bilang jumlah desa sekarang ini secara total mencapai 72.944.
Artinya, kalau dibagi setiap desa bisa mendapat dana sekitar Rp 812 juta. "Besar itu," tandasnya.
Karenanya, Kemkeu akan sangat berhati-hati dalam mengucurkan dana ke desa. Ada pagu defisit anggaran setiap tahunnya yang tidak boleh lebih dari 3%.
Hal ini tentu menjadi perhatian, sehingga kuncinya adalah secara bertahap yang disesuaikan dengan kemampuan negara.
Penggodokan kucuran dana ini memang sedang dipikirkan oleh Kemkeu. Selain itu, yang juga menjadi perhatian Kemkeu adalah kesiapan sumber daya manusia (SDM) di desa.
Apakah para perangkat desa seperti kepala desa itu bisa mengelola keuangan dengan jumlah dana desa yang begitu banyaknya. Ini perlu dipikirkan dan dipersiapkan.
Makanya, nanti setiap desa harus membuat laporan keuangan tahunan untuk bisa mempertanggungjawabkan penggunaan dana tersebut.
Menurut Boediarso, hal itu sesuai dengan Undang-Undang tentang Pemeriksaan dan
Pengelolaan Keuangan Negara.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, otoritas pemerintah pusat baik itu Bappenas ataupun Kemkeu nantinya harus memantau aliran dana desa ini. Tidak boleh pemerintah pusat lepas tangan dan menyerahkan sepenuhnya kepada desa.
Jadi, setiap penggunaan dana desa ini hendaknya mendapat persetujuan otoritas fiskal. Ini sebagai bentuk pencegahan penyelewengan penggunaan anggaran.
"Harus digunakan untuk produksi yang bisa menaikkan potensi daerah tersebut. Takutnya untuk konsumtif saja," tandas David.
Maka dari itu, turunan aturan dari UU Desa ini memang perlu dibuat secara matang. Dan, harus dialoksikan untuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya sistematis serta jangka panjang untuk produktivitas desa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News