Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) kembali menegaskan bahwa proses panjang pembahasan Undang-Undang Cipta Kerja sudah transparan. Pembahasan ini telah dilakukan sejak Januari 2020. Kemenkumham menegaskan hal ini untuk menghindari poleksi berkepanjangan yang mempertanyakan transparansi aturan ini.
Widyaiswara Utama Kementerian Hukum dan HAM, Nasrudin, menyatakan proses panjang penyusunan RUU Cipta Kerja sudah dilakukan sesuai dengan ketentuan UU Nomor 12/ 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yang telah diubah dengan UU Nomor 15/ 2019 tentang perubahan atas UU Nomor 12/ 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, dan juga telah sesuai dengan ketentuan Perpres Nomor 87/ 2014 tentang peraturan pelaksanaan UU Nomor 12/ 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
Menurutnya, penyusunan awal RUU Cipta Kerja dilakukan dengan pembahasan substansi. Ini dilakukan dengan melibatkan berbagai stakeholder yang pelaksanaannya sudah dilakukan sejak jauh hari sebelum RUU Cipta Kerja disampaikan kepada Presiden.
Pembahasan tidak hanya dilakukan di kalangan pemerintah (kementerian/ lembaga), namun juga bersama kalangan akademisi dan serikat kerja maupun pengusaha dalam bentuk tripartite pembahasan, mengingat substansi dari RUU tersebut terkait dengan ketenagakerjaan.
Baca Juga: Kelompok buruh beri rapor merah dalam setahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf
Proses pembahasan dan penyusunan RUU tersebut dikordinasikan oleh Kemenko Perekonomian yang pada tanggal 27 Januari 2020 melalui surat nomor PH 21/15/ 2020 menyampaikan naskah akademik dan RUU Cipta Kerja yang waktu itu disampaikan kepada Presiden sehingga posisi RUU berdasarkan permohonan itu, diterbitkanlah Surat Presiden kepada Pimpinan DPR RI guna mengajukan RUU Cipta Kerja.Ini sesuai dengan prosedur yang diatur dalam UU Nomor 12/ 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
“Jadi tahapan-tahapan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan berdasarkan UU tersebut, yaitu mulai dari tahap perencanaan, tahap penyusunan, tahap pembahasan, tahap penetapan/ pengesahan, tahap pengundangan dan tahap sosialisasi. Saat ini RUU Cipta Kerja sudah sampai kepada tahap keempat, penetapan oleh DPR dan disampaikan kepada Presiden untuk disahkan dan diundangkan. Jadi sudah sampai tahap pengesahan oleh Presiden, setelah itu baru tahap pengundangan dan tahap sosialisasi,” kata Nasrudin dalam keterangannya, Rabu (21/10).
Nasrudin menambahkan RUU Cipta Kerja juga sudah dimasukan dalam Prolegnas oleh DPR dan Program Legislasi Prioritas tahunan untuk tahun 2020. Pada tahap penyusunan, RUU ini juga sudah disusun terlebih dahulu melalui penyusunan naskah akademik atau kajian yang disusun dalam naskah akademik. Dari naskah akademik itulah disusun pasal demi pasal, sehingga setiap pasalnya sudah disusun berdasarkan kajian. Dalam penyusunan kajian, terdapak 5 kolom atau matrik yaitu kolom pertama penyusunan UU existing yang akan direvisi, kolom kedua perubahannya, kolom ketiga alasan perubahan, kolom keempat dampak dari perubahan dan kolom kelima keterangan atau penjelasan.
Baca Juga: Soal UU Cipta Kerja, Menaker: Pak Jokowi memilih menjalani risiko
Melibatkan masyarakat
Ia juga membahkan bahwa proses selanjutnya setelah kajian adalah pembahasan bersama berbagai stakeholder. Mengingat RUU ini mencakup 11 kluster, salah satunya ketenagakerjaan, maka sesuai dengan instruksi Presiden waktu itu, kluster ketenagakerjaan dilakukan pembahasan tersendiri.
Hal ini karena harus melibatkan serikat buruh maupun asosiais pengusaha. Menko Perekonomian sebagai pemrakarsa pembentukan UU Cipta Kerja, telah membentu kelompok kerja yang terdiri dari pengusaha maupun serikat kerja. Sehingga substansi UU ini sudah melibatkan berbagai macam stakeholder dan tidak ada hal yang disembunyikan kepada stakeholder maupun masyarakat luas.
Demikian juga proses pembahasan di DPR, ini dilakukan secara transparan karena diliput oleh media parlemen yang di siarkan langsung setiap pembahasannya dan sidangnya pun selalu terbuka untuk umum.
"Saya sebagai salah satu pihak yang terlibat dalam pembahasan RUU tersbeut di DPR, saya tahu sekali bahwa prosesnya sangat terbuka. Bahkan masyarakat bisa hadir untuk menyaksikan jalannya sidang. Terkait isu-isu yang menyatakan perancangan UU ini tidak melibatkan masyarakat, kita bisa lihat dari substansi yang disusun dalam RUU tersebut bahwa salah satunya terkait substansi UMKM. Kita tahu bahwa permasalahan UMKM di negara kita ini cukup banyak, sehingga mereka tidak bisa tumbuh dengan baik. Salah satu permasalahannya adalah mereka tidak bisa mengakses perbankan sehingga perkembangan mereka sangat lambat dan tidak bisa berkembang dengan baik,” tambah Nasruddin.
Baca Juga: Ultimatum BEM SI: Presiden Jokowi harus terbitkan Perppu dalam 8x24 jam!
Pembahasan RUU Cipta Kerja, bertujuan salah satunya untuk menciptakan solusi atas permasalahan yang dihadapi UMKM. Dalam UU ini, UMKM bisa mendirikan PT perseorangan, dimana selama ini PT harus didirikan oleh minimal 2 orang dengan modal minimal 50 juta. Dengan UU ini, UMKM dimungkinkan untuk membentuk PT perseorangan dan dengan modal sesuai dengan kemampuannya. Dengan UMKM yang berbentuk PT atau badan hokum, mereka akan memiliki akses ke perbankan untuk mendapatkan pinjaman modal usahanya.
Selain itu, UMKM juga bisa langsung berhubungan dengan importir negara tujuan jika mereka memiliki barang/jasa yang bisa diekspor. Sebelumnya, mereka harus menggunakan badan hukum orang lain untuk bisa melakukan negosiasi ataupun transaksi dengan importir yang ada di luar negeri.
Selanjutnya: WNA bisa memiliki rusun di UU Cipta Kerja, ini kata orang asing
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News