Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
Contoh lainnya, adanya PPN dengan tarif tunggal sebesar 10% atas barang dan jasa namun pemerintah daerah juga memberlakukan pajak atas jasa tertentu dengan tarif lebih tinggi dari PPN nasional. Misalnya, PPN atas hiburan yang tarifnya mencapai 35%.
“Maka diperlukan simplifikasi jenis, tarif, hingga administrasi pungutan pajak di daerah karena makin banyak jenis dan skema pajak, maka makin inefisien juga bagi pengusaha dan investor,” ujar Prastowo.
Baca Juga: Presiden Jokowi minta jajarannya melanjutkan reformasi perpajakan
Selain itu, pemusatan penetapan tarif pajak dan retribusi daerah, menurut Prastowo, juga dapat mencegah daerah untuk melakukan intensifikasi penerimaan yang berimbas pada terganggunya dunia usaha.
Dengan begitu, upaya pemda mengoptimalkan pendapatan asli daerah tetap bisa sejalan dengan perbaikan iklim investasi.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng juga mengeluhkan banyaknya peraturan daerah (perda) yang bermasalah dan menjadi penghambat pertumbuhan investasi dan ekonomi daerah secara keseluruhan.
Dari total 235 temuan perda bermasalah, sebanyak 67% terkait dengan peraturan soal pajak dan retribusi daerah.
Baca Juga: Potensi Shortfall Penerimaan Perpajakan Kembali Mengintai
Oleh karena itu, salah satu rekomendasi KPPOD ialah mencabut berbagai perda bermasalah tersebut melalui Omnibus Law. Di saat yang sama, pemerintah juga diharapkan menerbitkan regulasi pengganti agar tidak ada ketimpangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News