kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kapal perusahaan terjerat hukum, 13 ABK WNI terlantar di India dan Belanda


Selasa, 29 Januari 2019 / 21:26 WIB
Kapal perusahaan terjerat hukum, 13 ABK WNI terlantar di India dan Belanda


Reporter: Rezha Hadyan | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah Indonesia segera mengupayakan kepulangan 13 Warga Negara Indonesia (WNI) terlantar yang bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) di India dan Belanda. Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia akan segera melakukan konsultasi dengan Pemerintah India dan Belanda.

Untuk itu, dalam waktu dekat pemerintah Indonesia segera mengundang Duta Besar (Dubes) India dan Belanda untuk membantu memulangkan 13 Anak Buah Kapal (ABK) Kapal Miss Gaunt dan Kapal Northwind milik Perusahaan Belanda Nordav BV.

Hal ini diputuskan dalam rapat koordinasi (rakor) antara Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), Kementerian Perhubungan (Kemhub) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang dipimpin oleh Kemenko Bidang Kemaritiman di Jakarta, Selasa (29/1).

Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman Purbaya Yudhi Sadewa yang memimpin rakor meminta agar Dubes India dan Belanda diundang terkait terlantarnya 13 ABK WNI karena perusahaan yang mempekerjakan mereka sedang terlibat masalah hukum di India.

"Kementerian dan lembaga terkait harus terus berkoordinasi di tingkat teknis untuk segera mencari solusi agar para ABK dapat segera dipulangkan dan memperoleh hak-haknya," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima oleh Kontan.co.id.

Pada kesempatan yang sama, Asisten Deputi Bidang Keamanan dan Ketahanan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman Basilio Dias Araujo mengungkapkan bahwa pemerintah RI telah melakukan berbagai upaya sejak dilaporkannya kasus tertahannya 13 ABK WNI karena perusahaan yang mempekerjakan mereka tersandung masalah hukum di India.

“Setelah menerima laporan dari otoritas Pelabuhan Mumbai di India tanggal 6 November tahun 2018, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Mumbai telah melakukan kunjungan dan memberikan bantuan makanan ke kapal,”ujar dia.

Sementara itu, perwakilan dari Kemlu yang hadir menuturkan bahwa Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) New Delhi telah mendatangi Kemlu dan Kementerian Perdagangan India untuk meminta ABK WNI segera dilepaskan.

“Mereka (otoritas India) mengatakan memperhatikan masalah ini namun tetap berpegang pada proses peradilan yang saat ini berjalan bagi pemilik kapal,” jelas Judha Nugraha, Kepala sub direktorat kelembagaan dan diplomasi perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (BHI) Kemlu.

Tak hanya sampai disitu, pemerintah RI melalui KBRI Den Haag juga telah mendatangi Kemlu Belanda, negara asal perusahaan, untuk melaporkan hal ini dan mendesak agar perusahaan Nordav BV segera membayar gaji ABK tersebut dan segera memulangkan ABK WNI. “Kita upayakan melalui pengacara di India agar perusahaan mau membayar gaji para ABK ini sejumlah diatas empat bulan masa kerja,” kata dia.

Sebagai informasi, perusahaan Nordav BV, tersandung masalah hukum di India karena mengalami pailit sehingga tidak mampu membayar biaya bahan bakar dan agen di India. “Karena ini, mereka tidak mampu membayar gaji ABK WNI kita yang bekerja di dua kapal mereka sejak Juli dan September 2018,”tuturJudha.

Di dalam negeri, Kemenko Bidang Kemaritiman terus berkoordinasi dengan Kemenhub untuk melaporkan permasalahan ini ke Organisasi Maritim Internasional/IMO. “Hasilnya adalah IMO memerintahkan Belanda selaku negara bendera atau flag state dari kapal Miss Gaunt dan Kapal Northwind untuk mendorong pemilik kapal agar menyelesaikan gaji ABK dan memfasilitasi repatriasi,”beber Basilio.

Menurut dia, berdasarkan ketentuan Maritime Labour Convention (MLC) 2006 A2.5 di paragraf 7 yang berbunyi Tiap-tiap negara pihak seharusnya memfasilitasi repatriasi ABK yang sedang bersandar atau melalui laut teritorial atau laut dalam serta pergantian personil diatas kapal.

Lalu, tambah Basilio, di paragraf ke-8 konvensi IMO menyebutkan bahwa “Secara khusus, negara pihak seharusnya tidak menolak hak repatriasi masing-masing ABK karena kondisi keuangan perusahaan atau pemilik kapal atau karena ketidak-mampuan atau ketidak-inginan perusahaan untuk memindahkan ABK-nya," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×