Reporter: Dian Pitaloka Saraswati |
JAKARTA. Departemen Luar Negeri (Deplu) bersikukuh tidak akan melakukan pemutihan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) illegal. Pasalnya, Deplu masih mempertanyakan pungutan tambahan diluar biaya paspor dan pajak bagi pekerja asing yang dibayarkan majikan yang bersangkutan (levy) sesuai peraturan yang berlaku yang diharuskan Badan Penempatan dan Perlindungan (BNP2TKI).
Ketentuan pemutihan dokumen bagi warga negara Indonesia yang menjadi TKI memang sudah diupayakan Pemerintah RI, lewat KJRI di negara-negara penempatan. Namun, dalam proses pemutihan Deplu, bekerjasama dengan kantor imigrasi negara yang bersangkutan dan juga perusahaan jasa penempatan TKI tanpa pungutan biaya tambahan.
"Deplu berpendirian tidak ada pungutan bagi warga negara yang bekerja sebagai TKI untuk pemutihan di luar ketentuan pemerintah," kata Menteri Luar Negeri , Hasan Wirajuda, saat konferensi pers di Deplu, Jakarta, Selasa (6/1).
Ia mengukuhkan tidak akan memberikan toleransi upaya apa pun di luar ketentuan dan kebijakan yang digariskan oleh Pemerintah termasuk isu mengenai pungutan sebesar US$50 dollar bagi TKI illegal di Suriah yang disponsori oleh BNP2TKI yang melibatkan organisasi swasta, dan pungutan uang atau fee tersebut juga dikelola oleh swasta.
Upaya pemutihan menurut Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia, Departemen Luar Negeri Teguh Wardoyo saat ini sedang dilakukan Deplu lewat KJRI-nya, terutama di Malaysia yang kurang lebih menampung ratusan ribu TKI Illegal. Namun di negeri Jiran tersebut, tidak ada beban biaya tambahan bagi TKI.
"Mereka hanya membayar paspor yang sudah diatur di PNBP, sementara levy atau pajak pekerja asing dibayarkan oleh pengguna jasa," kata Teguh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News