Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2021 dibuka dengan bencana yang melanda sejumlah wilayah di Indonesia. Salah satu yang menyita perhatian ialah bencana banjir yang merendam Kalimantan Selatan (Kalsel).
Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah mengatakan, banjir parah di Kalsel tak lepas dari eksploitasi pertambangan batubara, perkebunan sawit dan industri ekstraktif lainnya yang merampas ruang dan merusak lingkungan.
Merah menjelaskan, dari 3,7 juta hektare (ha) luas Kalsel, sebanyak 1,2 juta atau 33% lahan di Kalsel dikuasai oleh pertambangan batubara. Lalu, sekitar 620.000 ha atau 17% lahan di Kalsel dikuasai oleh Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit berskala besar.
"Jadi kalau ditotal (luas lahan tambang batubara dan sawit) itu sudah 50% ditambah lagi dengan perizinan industri ekstraktif lainnya," kata Merah kepada Kontan.co.id, Rabu (20/1).
Baca Juga: PLN pulihkan 1.036 gardu terdampak banjir di Kalbar dan Kalsel
Selain tambang batubara dan perkebunan sawit, di Kalsel juga terdapat Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) atau Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Luasan IUPHHK-HA mencapai 234.000 ha, sedangkan HTI seluas 567.000 ha. Angka itu mencapai 20% dari luas Kalsel.
Jika ditotal dengan lahan pertambangan batubara dan perkebunan sawit, maka luasnya mencapai sekiatr 2,6 juta ha. "Jadi kalau digabung, itu hampir 70% wilayah Kalsel sudah dikavling. Jadi total 2,6 juta ha dari 3,7 juta ha luas Kalsel adalah perizinan industri ekstraktif," kata Merah.
Dia menambahkan, curah izin terhadap industri esktraktif menjadi akar masalah kerusakan lingkungan di Kalimantan. Dari sisi pertambangan saja, Merah menyebutkan, terdapat 789 izin pertambangan batubara.
Dari izin yang digelontorkan oleh pemerintah itu, Merah mencatat, 553 merupakan izin pertambangan yang non clean n clear (CnC), sisanya sebanyak 236 Izin Usaha Pertambangan (IUP) berstatus CnC.
"Jadi penyebab utamanya (bencana banjir) menurut kami ya alih fungsi lahan oleh perusahaan tambang," sebut Merah.
Wilayah paling parah
Dari seluruh wilayah yang terdampak banjir di Kalsel, Merah menggambarkan tiga daerah yang terkena dampak paling parah. Yakni, Kabupaten Kota Baru yang memiliki area pertambangan sebanyak 17.564 ha. Lalu, Kabupaten Tanah Laut dengan area pertambangan seluas 19.598 ha dan Tanah Bumbu dengan luasan wilayah tambang 29.674 ha.
Lalu, terdapat lahan bekas tambang terlantar yang belum dilakukan reklamasi maupun rehabilitasi. "Terdapat 30.727 ha di tiga kabupaten yang terdampak paling parah itu," sambung Merah.
Melalui analisis citra satelit yang dilakukan Jatam, terdapat 814 lubang bekas tambang. yang tersebar di tiga kabupaten tersebut. "Lubang-lubang tambang ini berkontribusi terhadap peningkatan kawasan lahan kritis," imbuh Merah.
Baca Juga: Sebanyak 7 kabupaten/kota terdampak banjir di Kalimantan Selatan