kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Jaksa yakin ada kerugian negara


Senin, 22 Oktober 2012 / 07:29 WIB
Jaksa yakin ada kerugian negara
ILUSTRASI. Ada beragam cara untuk menghilangkan bau mulut. (Tribun Jateng/Hermawan Handaka)


Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Dadan M. Ramdan

JAKARTA. Pengungkapan kasus dugaan korupsi proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia masih mandek di Kejaksaan Agung (Kejagung). Hingga saat ini, Kejaksaan belum mendapatkan kepastian jumlah kerugian negara yang terjadi dalam proyek untuk menormalkan kembali tanah yang terkena limbah penambangan minyak ini.    

Cuma, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Andhi Nirwanto meyakini ada kerugian negara dalam kasus ini. Soal kepastian besar jumlah kerugian negara, ia bilang, Kejagung masih menunggu hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Saat ini, Kejagung masih fokus menuntaskan berkas perkara dari tujuh tersangka kasus ini. Kejaksaan akan segera melimpahkan berkas mereka ke tingkat penuntutan. "Paling tudak dalam bulan ini ada penuntutan," kata Andhi, akhir pekan lalu.

Kuasa Hukum Chevron Maqdir Ismail membantah adanya kerugian negara dalam kasus ini. Menurutnya, kasus ini bukan perkara pidana, namun hanya urusan perdata antara BP Migas dengan Chevron "Sesuai dengan klausul perjanjian, apabila ada masalah dalam pelaksanaannya diselesaikan di forum arbitrase," kata Maqdir, Minggu (21/10).

Ia juga mengatakan, kalau dalam pelaksanaan perjanjian  proyek bioremediasi ini terjadi kelebihan dalam biaya cost recovery, maka itu tidak akan menyebabkan kerugian negara. Sebab, negara bisa menagih ke Chevron di kemudian hari. Atas dasar itu, Maqdir mengaku heran dengan upaya kejaksaan yang menyidik kasus ini.

Kepala Divisi Humas BPH Migas, Hadi Prasetyo mengamini, perjanjian proyek bioremediasi itu memang lebih urusan perdata. Hanya saja, kata Hadi, kontrak kerja sama yang dibuat hanya antara BP Migas dengan Chevron. "Kalau permasalahan terjadi di tingkat sub kontraktor, tidak terikat kerjasama," katanya.

Ia membantah, kalau proyek bioremidiasi menyalahi kontrak. Ini terlihat dari catatan, dan laporan pekerjaan proyek yang secara berkala diterima instansinya.

Sebelumnya, Kejagung menuding proyek bioremediasi Chevron ini fiktif. Padahal, proses pembayarannya proyek ini dengan sistem cost recovery yang diajukan ke BP Migas. Dus, Kejagung menengarai ada kerugian negara dari proyek tersebut. Tujuh tersangka, sebagian besar pegawai Chevron, sudah jadi tersangka kasus ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×