kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jakob Oetama dan kisah di balik lahirnya 'Kompas'


Rabu, 09 September 2020 / 14:27 WIB
Jakob Oetama dan kisah di balik lahirnya 'Kompas'
ILUSTRASI. Pendiri Kompas Gramedia dan seorang tokoh pers Indonesia, Jakob Oetama, wafat pada Rabu (9/9) siang.


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pendiri Kompas Gramedia dan seorang tokoh pers Indonesia, Jakob Oetama, wafat pada Rabu (9/9) siang ini. Jakob Oetama meninggal dunia di Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta.

Jakob Oetama wafat dalam usia 88 tahun. Pak JO, demikian beliau sering disapa, lahir di Magelang, 27 Desember 1931.

Sebagai sebuah refleksi atas nilai yang telah diwariskan Jakob Oetama, redaksi Kompas.com menyajikan rangkaian tulisan mengenai perjalanan hidup Jakob Oetama. 

Tulisan tidak hanya merangkum perjalanan hidupnya dalam membesarkan Kompas Gramedia yang didirikannya. Namun, tulisan juga merangkun warna kehidupannya sebagai seorang pendidik, seorang wartawan, dan seorang pengusaha. 

Meski begitu, peran terakhirnya selalu dijalani dengan kerendahan hati. Sebab, seorang Jakob Oetama lebih senang dan bangga disebut wartawan, ketimbang pengusaha.

Baca Juga: Pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama meninggal dunia

--- 

Berawal dari Intisari 

Eratnya persahabatan Jakob Oetama dengan Petrus Kanisius Ojong bisa jadi berawal dari kesamaan pandangan politik dan nilai kemanusiaan yang dianut. Hal itu juga yang menjadikan Jakob dan Ojong melahirkan majalah Intisari, yang edisi perdananya terbit pada 17 Agustus 1963. 

Duet Jakob dan Ojong sepakat untuk melahirkan majalah berlandaskan kemanusiaan, yang berisi saripati ilmu pengetahuan dan teknologi dunia. Selain itu, Intisari dibuat sebagai pandangan politik keduanya yang menolak belenggu terhadap masuknya informasi dari luar. 

Baca Juga: Seabad PK Ojong: Karyawan, telur rebus dan kacang hijau

Intisari dimaksudkan untuk menjadi pendobrak politik isolasi yang dilakukan pemerintahan Soekarno saat itu. Namun, bukan dengan tulisan yang menyerang, melainkan "tedeng aling-aling". 




TERBARU

[X]
×