Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar devisa hasil ekspor (DHE) dibawa ke dalam negeri dan dikonversi ke rupiah. Tujuannya untuk memperkuat nilai tukar rupiah dan memperkecil defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), devisa hasil ekspor yang dikonversi ke rupiah jumlahnya hanya kecil. BI mencatat, valas hasil ekspor yang dikonversi ke rupiah hanya sebesar 15%-25% dari total valas yang tercatat kembali ke Indonesia.
Tim Ekonom Bank Mandiri dalam laporan yang dikutip KONTAN, Kamis (2/8), menyatakan bahwa dalam jangka pendek, mengelola arus masuk dan arus keluar adalah hal yang penting. Oleh karena itu, ada beberapa langkah jangka pendek yang dapat diadopsi Indonesia untuk menahan besarnya volatilitas aliran modal.
Pertama, insentif pajak untuk laba ditahan (retained earnings) perusahaan. Ini dapat meningkatkan proporsi laba ditahan dan karenanya menurunkan proporsi pembayaran dividen yang dapat dipulangkan ke luar negeri atau direpatriasi. “Dan dengan demikian dapat meningkatkan pasokan valuta asing di dalam negeri,” tulis laporan tersebut.
Jumlahnya bisa sangat besar bagi Indonesia karena neraca primer mencatat defisit sebesar -US$ 33 miliar atau -3,2% dari PDB tahun lalu, yang dua kali lebih tinggi daripada defisit transaksi berjalan pada periode yang sama.
Kedua, insentif untuk mengonversi hasil ekspor ke rupiah. Kebijakan ini dapat meningkatkan pasokan valas domestik di Indonesia dan membantu mengurangi volatilitas rupiah. “Hingga saat ini, transaksi harian valas rata-rata Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara lainnya, yakni rata-rata hanya US$ 5 miliar per hari. Negara lainnya yang sejenis rata-rata sebesar US$ 10 miliar- US$ 15 miliar,” jelas tim ekonom Bank Mandiri.
Adapun, terdapat dua insentif yang disarankan untuk para eksportir. Pertama, memberikan rate yang istimewa bagi DHE yang diparkir di bank swasta onshore dalam rekening deposit tertentu. Kedua, jaminan nilai tukar untuk memastikan tidak akan ada biaya tambahan ketika eksportir perlu mengkonversi kembali rupiah.
Malaysia telah mengadopsi ini dengan mewajibkan 75% dari total hasil ekspor dikonversi ke ringgit dan eksportir bisa mendapatkan rate istimewa ketika dananya diparkir di bank-bank domestik dengan akun tertentu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News