kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini poin penting revisi UU Kepailitan dan PKPU


Senin, 02 Juli 2018 / 07:42 WIB
Ini poin penting revisi UU Kepailitan dan PKPU
ILUSTRASI. Ilustrasi Simbol Hukum dan Keadilan


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto

Keduabelas, diusulkan pembentukan lembaga pengawas kurator, sementara sebelumnya tindak tanduk kurator hanya diawasi oleh Hakim Pengawas.

Ketigabelas, soal koordinasi sita dengan perkara pidana. Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) Nien Rafless Siregar bilang hal ini dibutuhkan sebab dalam regulasi sebelumnya tak ada persinggungan soal ini.

"Perlu koordinasi soal penyitaan aset antara perkara niaga dan pidana. Karena di pidanabkan sita umum, fungsinya untuk membuktikan tindak pidana. Jadi kalau sudah selesai aset bisa dikembalikan ke kurator," jelasnya kepada KONTAN.

Beberapa kasus tumpang tindih sita jaminan perkara niaga dan pidana misalnya kasus PKPU First Travel dan Koperasi Pandawa. Di mana para petinggi usaha tersebut juga berhadapan dengan kasus pidana. Sayangnya setelah ada putusan pidana, aset-aset justru dirampas negara.

Keempatbelas, adalah soal penghapusan hak kreditur untuk mengajukan PKPU. Dalam usulan revisinya, permohonan PKPU hanya bisa diajukan oleh debitur.

Kelimabelas, soal tagihan karyawan diusulkan derajatnya ditingkatkan di atas tagihan negara (pajak). Sementara selama ini baik pajak maupun tagihan karyawan posisinya setara, dan mebjadi kreditur preferen (diprioritaskan) dibandingkan kreditur separatis, maupun kreditur konkuren (tanpa jaminan).

Keenambelas, soal insolvensi lintas negara (cross border insolvency). Selama ini hukum kepailitan di Indonesia tak menganut sistem ini sehingga dalam usulannya, ketentuan ini diharapkan bisa masuk dalam beleid kepailitan selanjutnya. Ketiadaan norma ini, disebutkan Raffles menyulitkan pemberesan harta pailit debitur jika berada di negara lain.

"Putusan pailit di Indonesia tidak diakui di negara lain. Sehingga untuk pemberesan aset debitur di luar negeri, harus ada permohonan lagi di negara tersebut," katanya.

Sementara poin terakhir soal adanya transparansi penjualan harta pailit bagi debitur. Selama ini, kurator dinilai tak cukup transparan dalam urusan penjualan aset-aset pailit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×