Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Poin kepailitan antar negara atawa Cross Border Insolvency diupayakan masuk dalam revisi Undang-Undang (UU) 37/2004 tentang kepailitan dan Penundaan Kewajiban pembayaran Utang (PKPU) yang kini tengah dalam proses finalisasi penyusunan naskah akademik.
Dalam UU 37/2004 ketentuan kepailitan antar negara memang belum jadi norma hukum bisnis di Indonesia. Sehingga kurator kerap kesulitan membereskan aset debitur jika berada di luar negeri.
"Bukan tidak bisa dibereskan sebenarnya, tapi putusan pailit di Indonesia tidak diakui di negara lain. Sehingga untuk pemberesan aset debitur di luar negeri, harus ada permohonan lagi di negara tersebut," jelas Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Kurator Indonesia (AKPI) Nien Rafless Siregar sata dihubungi Kontan.co.id, Minggu (1/7).
Rafless menambahkan, kondisi ini tentu akan menyulitkan upaya pemberesan aset. Terlebih kewajiban kurator untuk membereskan boedel pailit.
Ia menyarankan, ketentuan kepailitan antar negara setidaknya dapat diupayakan dalam jangkauan Asia Tenggara.
"Setidaknya di Asia Tenggara saja dulu, di mana perkara di Indonesia bisa diakui di Asia Tenggara, termasuk perkara negara Asia Tenggara lainnya yang punya harta pailit di Indonesia, juga akan lebih efisien dalam pemberesan asetnya," sambungnya.
Sekadar informasi, soal kepailitan antar negara ini sebenarnya bukan hal baru. Di Eropa hal serupa juga sempat jadi perhatian, hingga pada 2011 menerbitkan European Cross Border Insolvency Law.
Dalam naskah akademik revisi beleid kepailitan ini, ihwal kepailitan antar negara juga jadi salah satu poin penting yang hendak dimasukkan dalam undang-undang kepailitan berikutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News