kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.980.000   15.000   0,76%
  • USD/IDR 16.810   20,00   0,12%
  • IDX 6.446   7,70   0,12%
  • KOMPAS100 927   0,91   0,10%
  • LQ45 722   -0,90   -0,12%
  • ISSI 206   1,64   0,80%
  • IDX30 375   -0,74   -0,20%
  • IDXHIDIV20 453   -1,23   -0,27%
  • IDX80 105   0,08   0,08%
  • IDXV30 111   0,28   0,25%
  • IDXQ30 123   -0,06   -0,05%

Ini kata pengamat pajak soal tax ratio 2020


Rabu, 22 Januari 2020 / 19:25 WIB
Ini kata pengamat pajak soal tax ratio 2020
ILUSTRASI. Ilustrasi Pajak. KONTAN/Muradi/2015/02/19


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo

Darussalam menilai setidaknya 1% pertumbuhan PDB secara nominal diterjemahkan menjadi pertumbuhan penerimaan pajak secara nominal sebesar 1% artinya tax buoayncy sama dengan satu. 

“Sayangnya, tren selama 5 tahun terakhir menunjukkan bahwa tax buoyancy kita hanya kurang dari 1, kecuali di 2018 yang mencapai 1,4. Berarti permasalahannya adalah ada tax gap di sektor yg selama ini PDB-nya tumbuh pesat,” kata Darussalam kepada Kontan.co.id, Rabu (22/1)

DDTC melihat hal inilah yang harus dipetakan dan diatasi. Pemerintah perlu mengkaji lebih dalam apakah ini diakibatkan oleh masalah kepatuhan dan administrasi pajak (compliance gap) atau justru kebijakannya yang kurang optimal (policy gap).

Baca Juga: Pemerintah optimistis penerimaan PNBP capai target dan sokong tax ratio

Di sisi lain, Darussalam menyarankan tiga strategi yang perlu ditempuh otoritas pajak untuk mendongkrak penerimaan pajak. Pertama, perluasan basis pajak. Kedua, meningkatkan kepatuhan melalui teknologi dan optimalisasi data. Ketiga, revisi Undang-Undang dalam rangka menutup policy gap.

“Seluruh hal tersebut pada dasarnya telah dipertimbangkan dan sudah dimulai oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Jangan justru membuat kebijakan semacam tax amnesty lagi karena akan menggerus moral pajak masyarakat,” kata dia.

Di sisi lain dari, penerimaan cukai sebagai salah satu perhitungan tax ratio, Darussalam menilai juga akan mengalami pertumbuhan yang melambat, khususnya bagi tembakau. Hal ini didasari karena tarif cukai hasil tembakau (CHT) naik 23% dan harga jual eceran (HJE) 35%, sementara produksi rokok turun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×