Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sengketa Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) antara warga Surabaya Budi Said dengan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam berlanjut di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Persidangan yang diketuai Hakim Buyung Dwikora mengagendakan jawaban dari Antam dan penyerahan bukti dari Budi Said. Selanjutnya, agenda persidangan akan dilanjutkan kembali pada 4 Januari 2024.
Sebagai informasi, upaya PKPU itu diregistrasi oleh pengadilan pada Kamis, 30 November 2023 dengan nomor registrasi perkara 387/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN Niaga Jkt.Pst.
Baca Juga: Harga Emas Antam Turun Rp 4.000 Menjadi Rp 1.121.000 Per Gram Pada Hari Ini (21/12)
Kuasa Hukum PT Aneka Tambang Tbk Fernandes Raja Saor menyebutkan, upaya PKPU terhadap Antam oleh Budi Said erat dengan adanya dugaan gratifikasi.
"Permohonan PKPU yang diajukan oleh Budi Said merupakan tagihan yang erat dengan adanya dugaan gratifikasi yang dilakukan oleh Budi Said sendiri dan juga berasal dari janji-janji diskon oleh oknum yang tidak pernah diketahui oleh ANTAM serta dilakukan diluar mekanisme jual beli emas pada BELM Surabaya," ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (21/12).
Bahkan menurut Fernandes hal itu bisa dicek pada faktur pajak sebagai landasan paling legit mengenai transaksi emas.
"Faktur Pajak akan membuktikan tidak ada satu gram emas pun yang belum diserahkan Antam kepada BS," tegas Fernandes.
Baca Juga: Budi Said Mohonkan PKPU Terhadap Aneka Tambang (ANTM), Ini Kata Ekonom
Sehingga dia, pada prinsipnya tagihan dalam Permohonan PKPU dapat dikatakan tidak bersifat sederhana karena bertentangan dengan Pasal 8 ayat 4 UU KPKPU.
Hal itu dikarenakan apabila tagihan Budi Said dikabulkan maka dapat menimbulkan potensi adanya dugaan kerugian negara yang sangat besar.
Apalagi menurut Fernandes, Budi Said juga mengajukan Permohonan PKPU kepada Antam dengan tidak mempertimbangkan bahwa Antam adalah perusahaan BUMN yang bergerak dibidang kepentingan publik karena memiliki peran vital dalam perekonomian negara.
Kasus ini bermula lantaran crazy rich asal Surabaya Budi Said menyebut Antam tak kunjung menyerahkan emas seberat 1,136 ton kepadanya.
Awalnya, pada 2018 Budi Said mengaku mendengar kabar bahwa Antam sedang memberi diskon penjualan emas batangan. Lantas, ia membeli emas secara bertahap di Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya. Pembelian ini Budi lakukan hingga 7 ton emas.
Namun, ketika Budi Said telah melakukan pembelian dan transfer seharga 7 ton emas, ia hanya mendapat sekiat 5,9 ton emas. Artinya, terdapat sisa emas 1,1 ton yang tidak kunjung dikirim dan didapat oleh Budi.
Ia pun merasa tidak mendapatkan haknya. Akhirnya, Budi melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian agar dapat diteruskan pada proses peradilan. Sebelumnya, Budi melaporkan Antam ke kepolisian pada 20 Januari 2019.
Baca Juga: Sengketa Emas 1 Ton, Crazy Rich Surabaya Budi Said PKPU Aneka Tambang (ANTM)
Lalu, Majelis Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya memutuskan Antam harus membayar kerugian materiil sebesar Rp 817,456 miliar atau menyerahkan emas sebesar 1.136 kilogram.
Kendati demikian, pada 19 Agustus 2021, Pengadilan Tinggi Surabaya membatalkan putusan PN Surabaya dan menolak gugatan Budi Said.
Budi Said kemudian mengajukan gugatan ke tingkat kasasi Mahkamah Agung. Hasilnya, Mahkamah Agung mengabulkan gugatan tersebut dan membatalkan putusan banding.
Selanjutnya Antam mengajukan permohonan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung atas putusan tersebut. Hasilnya, MA menolak permohonan Antam pada 12 September 2023 lalu.
Dalam petitumnya kali ini, Budi Said meminta agar hakim menerima dan mengabulkan permohonan PKPU yang diajukannya. Ia juga meminta hakim menyatakan bahwa Antam dalam PKPU.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News