kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.923.000   8.000   0,42%
  • USD/IDR 16.339   -61,00   -0,37%
  • IDX 7.173   31,03   0,43%
  • KOMPAS100 1.046   5,58   0,54%
  • LQ45 815   3,24   0,40%
  • ISSI 225   1,47   0,66%
  • IDX30 426   1,98   0,47%
  • IDXHIDIV20 506   2,35   0,47%
  • IDX80 118   0,61   0,52%
  • IDXV30 120   1,14   0,96%
  • IDXQ30 140   0,50   0,36%

Ini cara Ditjen Pajak hadapi transfer pricing


Minggu, 11 Maret 2018 / 16:16 WIB
Ini cara Ditjen Pajak hadapi transfer pricing
ILUSTRASI. Ditjen Pajak


Reporter: Arsy Ani Sucianingsih | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan transfer pricing (TP) antar negara masih menjadi persoalan bagi Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak). Selain masalah teknis, pegawai pajak juga perlu memahami masalah non teknis untuk menyelesaikan hal ini.

Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Poltak Maruli John Liberty Hutagaol mengatakan, ini merupakan tugas mengenai sengketa pajak. Untuk itu, DJP mengundang guru besar dan pegawai pajak Jepang untuk saling berdiskusi melalui mutual agreement procedure (MAP), lalu melakukan perundingan advance pricing agreement (APA).

Selain masuk masalah teknis, masalah non teknis seperti budaya yang ada di suatu negara dan budaya perusahaan terkait, perlu di pahami terlebih dahulu.

“Jadi masalah non teknis, non perpajakan itu harus kita kuasai, jangan langsung ke masalah akuntansinya dan bagaimana menentukan metoda. Itu nanti. Tapi pahami dulu budayanya,” ujar John saat di temui di Kantor DJP, akhir pekan ini.

Kemudian, para petugas pajak juga perlu memahami bisnis proses dari sebuah perusahaan. Setelah itu, memahami profil masing-masing perusahaan.

“ Dengan memahami bisnis prosesnya, tentu kita bisa punya gambaran mengenai perusahaan ini, sehingga nanti ketika kita masuk ke teknis operasional transfer pricing, kita tidak kaku melihat atau menyesuaikan permasalahan,” jelas John.

John menambahkan, regulasi TP yang ada di Indonesia dilakukan berdasakan standar internasional. Hal ini mengacu pada peraturan internasional. “Karena kita hidup di era globalisasi, jadi setiap kebijakan yang dilakukan suatu negara itu akan berimpact lansung atau tidak kepada negara lain. Nah, kalau itu berdampak negatif kepada negara lain, tetntu kita akan dipersoalkan di forum internasional,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Digital Marketing for Business Growth 2025 : Menguasai AI dan Automation dalam Digital Marketing

[X]
×