kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.380.000   40.000   1,71%
  • USD/IDR 16.679   -33,00   -0,20%
  • IDX 8.523   -47,26   -0,55%
  • KOMPAS100 1.180   -7,64   -0,64%
  • LQ45 858   -5,78   -0,67%
  • ISSI 298   -1,54   -0,51%
  • IDX30 444   -2,79   -0,62%
  • IDXHIDIV20 515   -3,38   -0,65%
  • IDX80 133   -0,77   -0,58%
  • IDXV30 137   -0,26   -0,19%
  • IDXQ30 142   -0,92   -0,64%

Replanting Kakao 2025 Terancam Molor: Regulasi Kementan Mandek


Selasa, 25 November 2025 / 08:48 WIB
Replanting Kakao 2025 Terancam Molor: Regulasi Kementan Mandek
ILUSTRASI. Program peremajaan kakao 5.000 hektare pada 2025 berpotensi molor karena regulasi teknis Kementan belum terbit. BPDP Kemenkeu tunggu kejelasan


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID – BALI. Badan Pengelolaan Dana Perkebunan (BPDP) Kementerian Keuangan mengingatkan bahwa program peremajaan (replanting) kakao yang ditargetkan seluas 5.000 hektare pada 2025 berpotensi molor.

Penyebab utamanya adalah regulasi teknis dari Kementerian Pertanian (Permentan) yang belum terbit, sehingga BPDP belum dapat menetapkan skema bantuan maupun memulai proses pengusulan dari daerah

Kepala Divisi Umum BPDP, Adi Sucipto, menjelaskan target nasional 5.000 hektare itu disusun berdasarkan kalkulasi realistis terhadap ketersediaan benih.

Ia menegaskan BPDP memiliki Key Performance Indicator (KPI) tahunan, sehingga tidak dapat menetapkan target jangka panjang sebagaimana kementerian teknis.

Baca Juga: BPDP Kemenkeu Ungkap Krisis Industri Kakao: Pabrik Berguguran, Replanting Tersendat

“Target kami itu berdasarkan kesediaan bibit, dan KPI kami itu KPI tahunan. Kami nggak boleh bikin KPI itu lima tahunan. Kenapa kami cuma menyediakan 5.000? Pertama, terkait aturan main, Permentannya sampai dengan hari ini belum selesai,” ujar Adi dalam agenda Kunjungan Kerja Media bertema Kontribusi Kakao untuk APBN dan Perekonomian Nasional di Tabanan, Senin (25/11/2025).

Menunggu Regulasi Teknis

Menurut Adi, BPDP masih menunggu terbitnya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) dan penetapan cap dari direktorat teknis untuk menentukan besaran bantuan per hektare, mekanisme pelaksanaan, serta komponen biaya yang dapat dibiayai BPDP.

“Bagaimana pola mainnya, per hektare itu mau dapat berapa, apa yang kami bisa bantu, kami belum tahu. Nilai bantuan per hektare itu apa, kami belum tahu,” katanya.

Adi juga menanggapi target Kementerian Pertanian yang menetapkan rencana replanting hingga 175.000 hektare. Ia menduga angka tersebut merupakan target lima tahunan, bukan target tahunan.

Baca Juga: Produksi Kakao Merosot, BPDP Kemenkeu Siapkan Dukungan Penuh untuk Program Peremajaan

“Itu tidak mungkin target tahunan. Seperti sawit, presiden menetapkan 500.000 hektare untuk lima tahun, lalu diterjemahkan 120.000 per tahun. Tapi realisasinya hanya 30.000 hektare karena banyak hambatan,” jelasnya.

Hambatan serupa, menurut BPDP, berpotensi terjadi pada replanting kakao, mulai dari legalitas lahan hingga kesediaan petani mengikuti program yang bersifat sukarela (voluntary).

Adi mengungkapkan bahwa hingga kini BPDP belum menerima pengajuan resmi dari daerah. Kendati demikian, BPDP telah menetapkan fokus awal pada sejumlah sentra kakao seperti Jawa Timur, Bali, dan Yogyakarta. Adapun pengajuan dari Sulawesi masih perlu memastikan status lahan yang clean and clear.

“5.000 itu baru target nasional. Kita akan fokus ke sentra-sentra kakao. Sulawesi sudah mengajukan, tapi kita ingin ada kepastian bahwa lahan mereka itu clean and clear,” tegasnya.

Terlambatnya regulasi juga dinilai dapat memengaruhi pencapaian target tahunan. Jika Permentan baru terbit pada Februari, proses sosialisasi diperkirakan selesai pada April. Ditambah proses pengusulan yang berkisar 6–8 bulan seperti pengalaman pada komoditas sawit, maka realisasi bisa mundur hingga Oktober atau November.

“Kalau target tahunan, sementara proses pengusulan rata-rata 6 sampai 8 bulan, ya sudah mepet akhir tahun. Itu yang kami pertimbangkan,” ujarnya.

Adi menegaskan bahwa dampak replanting tidak bisa terlihat dalam waktu dekat. “Proses untuk panen itu sekitar 3–4 tahun lagi. Jadi nggak serta-merta begitu ada peremajaan langsung mengangkat produksi,” katanya.

Baca Juga: Menhan Ungkap Target 750 Batalion Tempur TNI AD hingga 2029

Dalam jangka pendek, BPDP akan fokus pada identifikasi kebutuhan sarana-prasarana dasar serta dukungan pupuk non-subsidi, yang selama ini menjadi keluhan petani karena harga yang tinggi.

Ia juga menyoroti perlunya pembangunan pusat pembenihan (nursery) baru untuk mendukung replanting jangka panjang. Namun pendanaan untuk nursery masih menunggu kejelasan regulasi Permentan dan interpretasi peraturan presiden mengenai sarana-prasarana.

“Kalau dengan target yang sekarang, ketersediaan benih belum mencukupi. Kita perlu pusat pembenihan yang baru. Tapi apakah kami boleh membiayai pengadaan bibit, kami belum tahu,” ujarnya.

Adi menekankan bahwa BPDP tidak ingin menjalankan program tanpa landasan hukum yang jelas. “

Kalau itu sudah jelas, baru bisa dijalankan. Jangan sampai kita menjalankan program tapi sisi akuntabilitasnya dipertanyakan,” tegasnya.

Selanjutnya: Terbaru! Daftar Kode Redeem Catch a Monster Roblox November 2025 lengkap Cara Klaim

Menarik Dibaca: IHSG Berpeluang Naik, Ini Rekomendasi Saham BRI Danareksa Sekuritas Selasa (25/11)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×