Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan bahwa inflasi Indonesia pada Juni 2022 yang tercatat 4,35% masih tergolong moderat ketimbang negara lain.
Meskipun inflasi pada bulan Juni 2022 ini merupakan yang tertinggi sejak Juni 2017, yang mana pada waktu itu berada di level 4,37% year on year (yoy).
"Dibandingkan dengan banyak negara di dunia, inflasi Indonesia masih tergolong moderat. Laju inflasi di AS dan Uni Eropa terus mencatatkan rekor baru dalam 40 tahun terakhir, masing-masing mencapai 8,6% dan 8,8%," ujar Febrio dalam keterangan resminya, Sabtu (2/7).
Demikian juga di sejumlah negara berkembang, seperti Argentina dan Turki dengan laju inflasi masing-masing mencapai 73,5%.
Febrio mengatakan, melalui instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemerintah berhasil meredam tingginya tekanan inflasi global, sehingga daya beli masyarakat serta momentum pemulihan ekonomi nasional masih tetap dapat dijaga.
Baca Juga: BKF Tinjau Efek Perang Rusia dan Ukraina Terhadap Inflasi di Indonesia
Meskipun demikian, Ia menyebut, pemerintah akan terus memantau dan memitigasi berbagai faktor yang akan berpengaruh pada inflasi nasional, baik yang berasal dari eksternal maupun domestik.
"Inflasi Juni mengalami peningkatan yang terutama disebabkan oleh kenaikan harga pangan bergejolak (volatile food) yang signifikan mencapai 10,07% secara year on year (Mei 6,05%," katanya.
Peningkatan harga komoditas pangan meliputi cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah akibat curah hujan tinggi di wilayah sentra sehingga menimbulkan gagal panen dan terganggunya distribusi.
Di sisi lain, harga minyak goreng mulai turun seiring melandainya harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Menurutnya, perkembangan harga pangan akibat risiko cuaca dan tekanan harga perlu diwaspadai karena resktriksi eksppr di beberapa negara produsen pangan.
"Pangan sangat penting bagi masyarakat sehingga Pemerintah akan terus mengantisipasi dan memitigasi risiko dari kenaikan harga kelompok pangan bergejolak melalui berbagai kebijakan untuk menjamin kecukupan pasokan dan keterjangkauan harga pangan bagi masyarakat," tambahnya.
Dalam rangka mengantisipasi kenaikan harga komoditas pangan, pemerintah secara konsisten berupaya menjaga agar peran APBN sebagai shock absorber dapat berfungsi optimal untuk mengendalikan inflasi, menjaga daya beli masyarakat serta menjaga agar pemulihan ekonomi semakin menguat.
Baca Juga: Respons pemerintah terkait prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari Bank Dunia
Ia menyebut, berbagai upaya menjaga stabilisasi harga pangan nasional telah ditempuh oleh pemerintah, diantaranya melalui pemberian insentif selisih harga minyak goreng, pelarangan sementara ekspor CPO dan turunannya untuk menjaga pasokan dengan harga terjangkau, serta mempertahankan harga jual BBM, LPG, listrik (administered price) tidak mengalami peningkatan.
“Ini semua diharapkan dapat menjaga kecukupan pasokan, kelancaran distribusi serta keterjangkauan harga pangan pokok sehingga dapat melindungi daya beli masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah,” lanjut Febrio.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi inti Juni 2022 mengalami sedikit peningkatan menjadi 2,63% dari bulan sebelumnya sebesar 2,58%.
Menurut Febrio, meningkatnya inflasi inti mencerminkan semakin menguatnya permintaan domestik.
Inflasi harga diatur Pemerintah (administered prices) juga mengalami peningkatan 5,33% dibandingkan pada Mei 2022 sebesar 4,83%, setelah bergerak stabil di dua bulan sebelumnya yang terutama karena kenaikan tarif angkutan udara dan cukai hasil tembakau.
Baca Juga: Besaran kenaikan tarif cukai rokok tahun depan belum diputuskan
Adapun harga energi domestik cenderung stabil karena peran APBN 2022 sebagai shock absosrber melalui alokasi subsidi energi dan kompensasi yang mencapai Rp 502,4 triliun.
"Subsidi dan kompensasi energi diberikan untuk menjaga stabilisasi harga, melindungi daya beli serta menjaga momentum pemulihan ekonomi. Mengingat energi merupakan kebutuhan pokok, kebijakan subsidi energi ini vital bagi proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News