kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BKF Tinjau Efek Perang Rusia dan Ukraina Terhadap Inflasi di Indonesia


Senin, 04 April 2022 / 12:56 WIB
BKF Tinjau Efek Perang Rusia dan Ukraina Terhadap Inflasi di Indonesia
ILUSTRASI. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu. BKF Tinjau Efek Perang Rusia dan Ukraina Terhadap Inflasi di Indonesia


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Lonjakan harga komoditas akibat terjadinya geopolitik antara Rusia dan Ukraina telah memperburuk pemulihan ekonomi global, karena mendorong kenaikan harga komoditas energi dan pangan. Sehingga, tekanan dari sisi inflasi juga terjadi di berbagai negara maju, khususnya Eropa.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan, ancaman geopolitik dari kedua negara tersebut memang sudah ada harapan ke arah perdamaian.

Akan tetapi, harga-harga komoditas masih naik cukup tinggi dan malah memperburuk tekanan inflasi di banyak negara, khususnya negara maju seperti di Eropa.

“Dengan inflasi tinggi ini tentunya akan ada juga risiko pada aktivitas ekonomi sehingga kebijakan moneter akan terus merespon. Tetapi, sebelum adanya geopoliltik kebijakan moneter memang sudah dilakukan pengetatan dan sudah direncanakan sejak beberapa bulan sebelum 2022,” tutur Febrio dalam Indonesia Macroeconomic Updates 2022, Senin (4/4).

Baca Juga: Sudah Terkerek 0,10%, Begini Proyeksi Pergerakan IHSG pada Awal Pekan

Menurut Febrio, tingkat inflasi global tahun ini bisa berpotensi melonjak dari semula 3,8% menjadi 4,6%. Prediksinya, melonjaknya inflasi global akan melandai pada 2023 mendatang.

Ia khawatir, lonjakan inflasi global utamanya di negara maju akan berpengaruh signifikan pada aktivitas ekonomi global bahkan Indonesia. Oleh karena itu, akan disiasati dengan kebijakan moneter yang semakin diperketat lebih cepat dan arah kebijakan suku bunga Bank Sentral AS pun akan dinaikkan.

“Konsensus pasar katakan kebijakan moneter di AS akan meningkatkan (suku bunga acuan) setiap menggelar rapat Federal Open Market Committee (FOMC) meeting beberapa bulan kemudian ada konsensus 5 kali, 7 kali berturut . Ini relatif cepat kenaikan dibandingkan sebelumnya kenaikan dari Fed Fund Rate (FFR),” jelasnya.

Baca Juga: Arus Masuk Dana Asing Bisa Kerek IHSG, Cermati Sektor Saham Pilihan Berikut

Lebih lanjut, dari adanya geopolitik ini juga, Febrio memastikan akan terus memantau berbagai perkembangan terkini dan melakukan mitigasi dari dampak yang kemungkinan akan terjadi utamanya terhadap pasar keuangan domestik.

“Kami akan terus memantau dan memitigasi dampaknya, untuk nilai tukar rupiah masih sangat baik dikelola oleh otoritas moneter Bank Indonesia sehingga cukup stabil,” imbuh Febrio.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×