Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah menaikkan tarif cukai rokok atau tarif cukai hasil tembakau pada tahun depan nampaknya belum juga rampung.
Kepala Kepabeanan dan Cukai Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nasruddin Joko Suryono mengatakan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau sedang dalam proses pembahasan di Kemenkeu dengan pihak terkait.
Nasruddin menyebutkan tarif cukai rokok dan pokok-pokok kebijakan pada 2020 telah disampaikan BKF kepada asosiasi pengusaha rokok pada saat rapat audiensi.
Baca Juga: PBNU: Kenaikan cukai tembakau berdampak pada petani tembakau dan buruh tani
Sayangnya, Nasruddin belum bisa memaparkan perkiraan tarif cukai rokok maupun substansi dari audiensi dengan pengusaha rokok. Yang jelas dia bilang hasil kebijakan tarif cukai rokok nanti bertujuan untuk mengoptimalisasi penerimaan negara.
“Kebijakan cukai diarahkan untuk pencapaian target penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020,” kata Nasruddin kepada Kontan.co.id, Kamis (12/9).
Secara normatif, Nasruddin menegaskan kebijakan cukai bertujuan mengendalikan konsumsi barang kena cukai, tapi tetap menjaga perkembangan industri.
“Memperhatikan karakteristik industri hasil tembakau dan memperhatikan industri sigaret/kretek tangan yang padat karya dan memiliki kandungan lokal tinggi,” ungkap Nasruddin.
Baca Juga: Dibatalkan Tahun Ini, Kenaikan Tarif Cukai di Tahun Depan Lebih dari 10%
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi menyebutkan tarif cukai rokok 2020 naik lebih dari 10%. Kenaikan cukai tersebut atas sepengetahuan Menteri Keuangan dan pembahasan dengan pengusaha rokok. Namun, untuk tarif pastinya, Heru belum bisa bilang.
Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Deni Surjantoro mengatakan ada beberapa sektor yang menjadi pertimbangan Kemenkeu dalam menentukan tarif cukai.
Pertama, memperhatikan sektor pengendalian atau pembatasan konsumsi rokok. Kedua, tenaga kerja industri rokok. Ketiga, memperhitungkan keberadaan rokok ilegal. Selanjutnya, menimbang asumsi dasar ekonomi makro tahun depan seperti inflasi dan proyeksi pertumbuhan ekonomi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News