Sumber: Antara | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, Indonesia akan mengupayakan kebijakan bebas visa bagi 30 negara yang baru diajukan akan berlaku resiprokal atau dua arah.
"Tidak seketika berlaku resiprokal, tetapi kita akan tetap upayakan," kata Retno Marsudi di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (18/3).
Ia mengatakan bahwa keputusan pemerintah untuk memberlakukan kebijakan bebas visa untuk 30 negara yang baru sudah diperhitungkan dari berbagai sisi. Itu termasuk sudah diantisipasi dari segi keamanan agar kebijakan tersebut kemudian tidak justru menjadi bumerang di sisi yang lain.
"Saya kira keputusan Pemerintah untuk memberikan bebas visa 30 negara sudah diperhitungkan dari segi keamanan juga sudah kita siapkan. Kan kepentingan utamanya untuk menarik kedatangan wisatawan," katanya.
Indonesia segera memberlakukan kebijakan bebas visa bagi 45 negara yang tersebar di berbagai benua sebagai salah satu kebijakan yang masuk dalam tahapan awal paket kebijakan reformasi struktural perekonomian.
Sebelumnya, pihaknya mengajukan kebijakan bebas visa bagi empat negara fokus pasar pariwisata, yakni Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, dan Rusia. Akan tetapi, kemudian ditambah menjadi 25 negara dalam pembahasan paket kebijakan reformasi struktural perekonomian.
Tak berselang berapa lama, jumlah 25 negara itu ditambah menjadi 30 negara sehingga totalnya akan menjadi 45 negara karena sebelumnya sudah ada 15 negara yang bebas visa.
Dari 30 negara itu, hampir semua negara Eropa dan Amerika masuk di dalamnya.
Sebelumnya, aturan bebas visa sudah diberlakukan bagi wisatawan asal Thailand, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, Hong Kong Special Administration Region (Hong Kong SAR), Makau Special Administration Region (Makau SAR), Chile, Maroko, Peru, Vietnam, Ekuador, Kamboja, Laos, dan Myanmar.
Kebijakan itu merupakan salah satu kebijakan yang termasuk dalam paket kebijakan ekonomi yang bertujuan memperbaiki kinerja neraca perdagangan dan neraca jasa, yang selama ini dominan menjadi penyumbang defisit neraca transaksi berjalan.
Defisit transaksi berjalan yang melebar merupakan masalah internal yang harus dibenahi pemerintah karena ikut memberikan dampak negatif terhadap rupiah. Oleh karena itu, perlu upaya untuk menjaga fundamental ekonomi dalam menghadapi tekanan ekonomi global.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News