Reporter: Abdul Basith Bardan, Rahma Anjaeni | Editor: Syamsul Azhar
Menurut Menkeu tambahan bujet membuat defisit APBN 2020 melebar jadi 6,34% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sebelumnya, defisit 5,07% dari produk domestik bruto (PDB) atau setara dengan Rp 852,9 triliun.
Defisit membengkak lantaran penerimaan negara juga turun. Jika sebelumnya Rp 1.760,9 triliun jadi Rp 1.699,1 triliun.
Setoran pajak turun dari Rp 1.462,6 triliun ke Rp 1.404,5 triliun. Belanja melonjak dari Rp 2.613,8 triliun menjadi Rp 2.738,4 triliun.
Baca Juga: Sah! Pemerintah mengakui Partai Gelora yang didirkan Anis Matta dan Fahri Hamzah cs
Sri Mulyani berupaya menjaga kenaikan defisit dengan hati-hati. Ia meyakinkan tambahan defisit ini untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tetap positif tahun ini.
Guna menutupi defisit, pemerintah mengandalkan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) baik domestik maupun global juga dukungan dari Bank Indonesia.
Selain itu ada pemakaian dana lebih pemerintah, dana abadi untuk kesehatan, dan Badan Layanan Umum (BLU) dan lainnya.
Baca Juga: Wajah Anggaran Negara Berubah Total
Karena itulah, Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah meminta pemerintah melakukan burden sharing atau berbagi beban dengan Bank Indonesia (BI) dalam mendanai defisit APBN tersebut.
Sedangkan Piter Abdulan, dari Tim Ekonomi Core menilai dana penanganan korona masih kecil. Misalnya belanja kesehatan, semestinya anggaran hingga Rp 100 triliun, agar mencukupi untuk penanganan serangan gelombang kedua virus korona.
Wakil Direktur Indef, Eko Listiyanto menyoroti perlunya tambahan dana untuk membantu di sektor usaha perdagangan eceran, akomodasi makanan dan minuman level UMKM, industri pengolahan, serta jasa transportasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News