kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indonesia masuk kategori negara middle income trap


Kamis, 12 Desember 2013 / 11:20 WIB
Indonesia masuk kategori negara middle income trap
ILUSTRASI. Produk tas dan alas kaki Marie Claire di gerai Sepatu Bata, Jakarta.


Reporter: Anna Suci Perwitasari | Editor: Dikky Setiawan

NUSA DUA. Selama lima tahun terakhir, Indonesia sudah masuk dalam golongan negara lower-middle income (pendapatan menengah).

Untuk itu, pemerintah mulai melakukan perbaikan struktural agar Indonesia tidak masuk dalam kondisi middle income trap ditengah kondisi saat ini.

Menteri Keuangan Chatib Basri memperingatkan, hingga saat ini hanya Korea Selatan saja yang dapat keluar dari kondisi middle income trap dan menjadi negara industrial baru.

Sebelumnya, Korea Selatan bersama Brazil dan Afrika Selatan menjadi negara the rising star dalam kategori pendapatan menengah di tahun 1980an.

Kesalahan Brazil dan Afrika Selatan tidak ingin diulangi pemerintah. Kedua negara tersebut hingga saat ini masih bergantung pada sektor komoditas. Jika harga komoditas merosot, otomatis pertumbuhan ekonomi di kedua negara tersebut melemah.

Hal sama juga terjadi di Indonesia yang memiliki sumber daya alam melimpah dan buruh murah. Akhirnya, mayoritas ekspor berasal dari bahan mentah.

Hal tersebut dilihat mantan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tak akan mendorong Indonesia naik kelas menjadi negara high income (berpendapatan tinggi).

"Harus ada inovasi dan teknologi untuk membuatnya memiliki nilai tambah," kata Chatib dalam pembukaan seminar internasional “Avoiding The Middle Income Trap: Lesson Learnt and Strategies for Indonesia to Grow Equitably and Sustainably” di Nusa Dua, Kamis (12/12).

Selain itu, peningkatan kemampuan sumber daya manusia pun diperlukan untuk kemajuan teknologi dan inovasi.

Chatib menggambarkan, Indonesia tak dapat bersaing dengan Banglandes untuk produksi kaos. Hal ini mengingat upah buruh di negara tersebut jauh lebih murah ketimbang Indonesia.

"Karena itu, harus ada invasi dari manusianya, misalnya dengan memproduksi batik. Karena banyak yang masuk ke golongan menengah. Jadi, untuk membeli batik yang harganya sedikit mahal tidak masalah," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×